Jakarta, Portonews.com – Presiden Prabowo Subianto telah menunjuk Maman Abdurrahman, politikus dari Partai Golkar, sebagai Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam Kabinet Merah Putih.
Maman Abdurrahman lahir di Pontianak pada 10 September 1980. Pendidikan dasar ditempuhnya di Jakarta, sementara jenjang SMP dan SMA diselesaikan di kota kelahirannya. Ia meraih gelar Sarjana Teknik Perminyakan dari Universitas Trisakti pada tahun 2008.
Setelah lulus, Maman berkarier di sektor minyak dan gas sebagai insinyur lapangan di Premier Oil Indonesia dan menjabat manajer pengembangan bisnis di PT Luas Biru Utama.
Karier politiknya dimulai pada tahun 2010 ketika bergabung dengan Partai Golkar dan menjadi pengurus di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai tersebut. Pada tahun 2018, ia juga pernah menjadi Tenaga Ahli di Kementerian Sosial.
Maman pertama kali menjadi anggota DPR RI pada periode 2018–2019 melalui mekanisme Pergantian Antarwaktu (PAW) menggantikan Zulfadhi. Dalam Pemilihan Legislatif 2019, ia terpilih kembali sebagai wakil dari daerah pemilihan Kalimantan Barat I. Selama di DPR, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII yang membidangi energi, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup.
Tantangan dan Pekerjaan Rumah
Sebagai Menteri UMKM, Maman dihadapkan pada berbagai tantangan yang harus diatasi untuk memajukan sektor UMKM di Indonesia. UMKM telah lama menjadi tulang punggung perekonomian nasional, berkontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penciptaan lapangan kerja.
Menurut ASEAN Investment Report 2022, Indonesia memiliki sekitar 65,5 juta UMKM yang menyumbang 60 persen dari PDB dan menyerap 97 persen tenaga kerja. Meskipun demikian, UMKM masih menghadapi sejumlah hambatan seperti akses permodalan, pemanfaatan teknologi dan digitalisasi, legalitas dan sertifikasi usaha, kapabilitas sumber daya manusia, serta persaingan dengan produk impor murah.
Keterbatasan modal dan sulitnya akses pembiayaan dari lembaga keuangan formal sering menjadi keluhan para pelaku UMKM. Dari total 65 juta UMKM, sekitar 32 juta belum mampu mengakses pembiayaan formal. Hal ini sebagian disebabkan oleh persyaratan perbankan yang mensyaratkan jaminan (kolateral) dan riwayat kredit sebelumnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Koperasi dan UKM di bawah Teten Masduki telah mengusulkan skema Innovative Credit Scoring (ICS) guna memperluas penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi UMKM. Skema ini menggunakan data alternatif seperti penggunaan listrik, aktivitas telekomunikasi, keanggotaan BPJS, dan transaksi e-commerce sebagai dasar penilaian kelayakan kredit, menggantikan metode konvensional yang berbasis riwayat kredit. Namun, implementasi skema ini belum terealisasi, sehingga menjadi tugas bagi Menteri UMKM yang baru untuk memastikan pelaksanaannya.
Legalitas usaha juga menjadi tantangan lain. Dari 65,5 juta UMKM, hanya sekitar 10.000 yang telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang diluncurkan pada Agustus 2021.
Dalam hal izin edar produk, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat baru sekitar 6.000 UMKM pangan olahan yang terdaftar dan memiliki izin edar, sementara total UMKM di sektor pangan diperkirakan mencapai 10.000. Untuk produk obat tradisional, suplemen, jamu, dan kosmetik, jumlah UMKM yang terdaftar di BPOM baru mencapai 1.700.
Kondisi ini menyebabkan hanya sedikit UMKM yang mampu menembus pasar ekspor. Data pemerintah menunjukkan bahwa dari 65,5 juta UMKM, hanya 10,3 juta atau sekitar 15,7 persen yang telah melakukan ekspor. Hambatan utama dalam meningkatkan ekspor meliputi keterbatasan kapasitas produksi, tingginya biaya logistik, serta ketidakpastian kualitas dan kuantitas produk.
Menteri UMKM yang baru diharapkan dapat memberikan pendampingan dan insentif agar UMKM memenuhi persyaratan perizinan dan standar kualitas, termasuk penyederhanaan prosedur birokrasi, sehingga lebih banyak produk UMKM yang bisa bersaing di pasar global.
Selain itu, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia menjadi prioritas. Banyak pelaku UMKM yang masih kurang dalam hal inovasi, riset, dan adaptasi teknologi.
Intervensi pemerintah dalam hal teknologi menjadi penting agar UMKM dapat beroperasi secara berkelanjutan dan kompetitif. Dukungan teknologi modern akan berkontribusi signifikan dalam penciptaan lapangan kerja berkualitas melalui UMKM.
Tantangan lainnya adalah arus masuk produk impor murah yang semakin mudah masuk ke Indonesia, menyebabkan UMKM lokal kalah bersaing. Pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk melindungi industri dalam negeri melalui koordinasi antarkementerian dan kebijakan yang pro-UMKM.