Refugio Beach, Santa Barbara, Poronews.com – Plains All American Pipeline telah menyepakati pembayaran sebesar $72,5 juta sebagai penyelesaian atas gugatan tumpahan minyak yang terjadi pada tahun 2015 di Refugio Beach, Santa Barbara. Insiden ini disebabkan oleh pecahnya pipa yang mengakibatkan sekitar 126.000 galon minyak mentah mengalir ke Samudra Pasifik dan sepanjang garis pantai California.
Gugatan tersebut diajukan pada tahun 2020 oleh Komisi Pertanahan Negara Bagian California dan Aspen American Insurance, yang menuduh Plains All American telah melakukan kelalaian, tindakan yang disengaja, dan gangguan terhadap keuntungan ekonomi terkait pengoperasian pipa. Kesepakatan penyelesaian yang diumumkan pada Selasa ini menutup kasus hukum yang berlangsung selama beberapa tahun.
Berdasarkan ketentuan dari penyelesaian ini, negara bagian California akan menerima kompensasi sebesar $50,5 juta, sementara Aspen American Insurance akan memperoleh $22 juta. Joe Stephenshaw, komisaris pertanahan negara bagian sekaligus direktur Departemen Keuangan California, menyambut baik keputusan ini. “Penyelesaian tersebut meminta pertanggungjawaban operator dan memberikan kompensasi yang sesuai kepada negara bagian untuk kerusakan fiskal yang disebabkan oleh tumpahan minyak ini.” Ujarnya seperti yang dikutip dari reuters.com.
Plains All American sendiri memperkirakan bahwa hingga 30 September lalu, total biaya yang terkait dengan tumpahan minyak dan perbaikan pipa yang rusak telah mencapai sekitar $870 juta. Namun, baik Plains All American maupun Aspen American Insurance belum memberikan tanggapan langsung atas permintaan komentar terkait kesepakatan tersebut.
Tumpahan minyak di Refugio Beach ini merupakan salah satu insiden lingkungan besar yang pernah terjadi di California, dan kesepakatan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum serta kontribusi finansial untuk membantu pemulihan wilayah pesisir yang terdampak.
Regulasi Tumpahan Minyak di Indonesia
Dalam kasus tumpahan minyak seperti yang dialami oleh Plains All American di Amerika Serikat, Pemerintah Indonesia memiliki regulasi yang serupa untuk menangani dan mengurangi dampak pencemaran minyak di laut dan pelabuhan. Di Indonesia, tata cara penanganan tumpahan minyak telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) 58 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan. Peraturan ini mengatur langkah-langkah yang harus diambil oleh perusahaan yang bertanggung jawab atas tumpahan minyak atau zat kimia di perairan dan pelabuhan, termasuk tanggung jawab dalam pencegahan dan pemulihan lingkungan.
Berdasarkan PM 58, perusahaan yang menyebabkan pencemaran wajib melaksanakan penanganan tumpahan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Mereka juga harus memiliki rencana penanggulangan yang disetujui oleh Pemerintah untuk menjamin kesiapan mereka dalam mengatasi insiden pencemaran. Selain itu, PM 58 juga mengatur sanksi yang dapat dijatuhkan kepada perusahaan yang melanggar aturan ini, mulai dari denda, pencabutan izin usaha, hingga pembatasan atau pembekuan kegiatan usaha, bergantung pada tingkat kesalahan yang dilakukan.
Peraturan ini bertujuan untuk melindungi ekosistem laut dan menghindari kerugian ekonomi yang mungkin dialami masyarakat sekitar wilayah perairan yang terdampak. Seperti dalam insiden di Refugio Beach, California, tumpahan minyak bisa menyebabkan kerusakan ekosistem yang luas dan membutuhkan biaya besar untuk pemulihan. Di Indonesia, peraturan seperti PM 58 Tahun 2013 diharapkan dapat memastikan setiap perusahaan bertanggung jawab penuh terhadap kerusakan yang mereka timbulkan, sambil melindungi kelestarian lingkungan perairan serta kepentingan masyarakat yang terdampak di sekitarnya.
Peranan Tenaga Ahli dalam Penanggulangan Tumpahan Minyak
Kasus tumpahan minyak di Refugio Beach, California, menjadi peringatan tentang dampak serius pencemaran minyak bagi ekosistem laut dan ekonomi masyarakat setempat. Penanganan tumpahan minyak membutuhkan peran serta banyak pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan perusahaan jasa yang berkompeten dalam penanggulangan tumpahan minyak. Di Indonesia, regulasi penanggulangan tumpahan minyak diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) 58 Tahun 2013 yang mengharuskan perusahaan bertanggung jawab atas dampak yang mereka timbulkan. Regulasi ini mendorong perusahaan-perusahaan terkait untuk proaktif menjaga lingkungan perairan dan memastikan kesiapan dalam menghadapi potensi pencemaran.
Catatan
OSCT Indonesia sebagai perusahaan swasta yang telah membuktikan kemampuannya dalam menangani tumpahan minyak, seperti yang terjadi pada insiden di Balikpapan, memiliki peran penting dalam ekosistem tanggap darurat pencemaran di perairan Indonesia. Dengan fasilitas canggih, tim terlatih, serta keahlian dalam mengelola respons tumpahan minyak melalui pelatihan bertingkat seperti OPRC IMO Level 1, 2, dan 3, OSCT Indonesia dapat mendukung penerapan regulasi Indonesia secara efektif. Kolaborasi dengan pemerintah dan stakeholder lainnya, serta penyediaan pelatihan khusus bagi perusahaan yang memiliki risiko pencemaran laut, menjadi langkah penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan nasional dalam menghadapi insiden pencemaran di perairan.
Melalui pelatihan ini, OSCT Indonesia dapat meningkatkan keterampilan tim respons di berbagai perusahaan, memastikan bahwa tumpahan minyak dapat ditanggulangi dengan cepat dan efektif. Selain itu, OSCT Indonesia diharapkan dapat terus memperkuat fasilitas dan kemitraan dengan otoritas maritim untuk menciptakan sistem tanggap pencemaran minyak yang lebih terpadu dan siap menghadapi krisis lingkungan secara profesional di seluruh wilayah Indonesia.
OSCT Indonesia memiliki fasilitas penanggulangan tumpahan minyak yang lengkap dan canggih untuk merespons insiden pencemaran secara cepat dan efektif. Fasilitas ini mencakup lebih dari 44.000 meter oil boom yang berfungsi sebagai penghalang untuk membendung dan mengisolasi minyak di permukaan air, sehingga tumpahan dapat dicegah dari penyebaran lebih lanjut. Selain itu, OSCT Indonesia dilengkapi dengan 122 skimmer, yaitu alat khusus yang digunakan untuk mengangkat minyak dari permukaan air, baik di laut lepas maupun di perairan pelabuhan.
OSCT Indonesia juga memiliki pangkalan operasional di enam lokasi strategis di Indonesia serta basis internasional di Malaysia, Thailand, dan India. Dengan lebih dari 170 responder terlatih dan berpengalaman, OSCT Indonesia mampu melakukan operasi penanggulangan secara kontinu. OSCT telah menjalankan operasi selama 24 jam penuh dalam penanganan tumpahan minyak besar seperti yang terjadi di Balikpapan pada tahun 2018, menunjukkan keandalan dan komitmen dalam menangani tumpahan minyak. Fasilitas dan keahlian ini memungkinkan OSCT Indonesia untuk menyediakan layanan yang terstandarisasi, termasuk pelatihan dan respons darurat sesuai standar OPRC IMO (International Maritime Organization) Level 1, 2, dan 3. (*)