Jakarta, Portonews.com – Belum lama ini, sebuah insiden tumpahan minyak terjadi di New Washington, Aklan, Filipina, menyusul kerusakan pada tongkang listrik akibat Topan Aghon yang menerjang kawasan tersebut. Greenpeace merespons cepat peristiwa ini dengan memberikan pernyataan tegas mengenai dampak perubahan iklim dan ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Khevin Yu, seorang juru kampanye dari Greenpeace, menekankan bahwa krisis iklim adalah masalah yang mempengaruhi semua sektor, termasuk industri yang bergantung pada bahan bakar fosil. “Tidak ada seorang pun yang terbebas dari krisis iklim. Industri bahan bakar fosil pun tidak aman dari peristiwa cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim – seperti yang kita lihat pada Topan Aghon yang merusak kapal dan menyebabkan tumpahan minyak di New Washington, Aklan,” ujar Yu.
Lebih lanjut, Yu menyoroti ketidakadilan yang dialami masyarakat akibat bencana semacam ini. “Secara tidak adil, masyarakat masih menjadi korban utama, meskipun mereka tidak berperan dalam melanggengkan krisis ini. Bencana minyak seperti ini mengancam penghidupan dan kesehatan masyarakat pesisir, serta merusak kehidupan laut, seperti yang kita saksikan di Mindoro tahun lalu,” tambahnya.
Greenpeace menekankan bahwa daerah seperti Aklan dan komunitas pulau kecil lainnya harus memimpin peralihan dari energi bahan bakar fosil ke energi terbarukan yang lebih mudah diakses dan murah. “Penggunaan dan perluasan bahan bakar fosil yang terus-menerus akan semakin memaparkan masyarakat dan lingkungan kita pada kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, terutama dalam kondisi cuaca ekstrem,” kata Yu.
Yu juga menyoroti kegagalan pemerintah Filipina dalam menangani masalah peraturan dan akuntabilitas terkait tumpahan minyak di Mindoro, yang kini terulang lagi di Aklan. “Ini bukan kasus yang terisolasi dan bisa terjadi lagi karena pemerintah gagal mengatasi masalah peraturan dan akuntabilitas. Kami mengulangi seruan kami kepada pemerintah Filipina untuk mengakhiri ketergantungan kita pada bahan bakar fosil dan mempercepat transisi yang adil ke energi terbarukan,” tegas Yu.
Lebih jauh lagi, Greenpeace menuntut akuntabilitas dari perusahaan-perusahaan yang masih melestarikan penggunaan bahan bakar fosil di Filipina. “Kita harus membuat mereka membayar atas kerusakan yang mereka lakukan terhadap lingkungan dan iklim kita,” pungkas Yu.
Insiden ini kembali menegaskan urgensi untuk beralih ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil guna melindungi masyarakat dan lingkungan dari bencana yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
Sumber : Greenpeace Filipina