Jakarta, Portonews.com – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa negara bisa mendapatkan pemasukan sebanyak Rp5 triliun–Rp10 triliun akibat masuknya komoditas timah dan nikel ke Sistem Informasi Mineral dan Batubara Kementerian/Lembaga (Simbara).
“Hanya dari royalti, kita bisa dapat Rp5 triliun–Ro10 triliun. Hanya royalti, tidak bicara pajak,” ujar Luhut ketika memberikan sambutan dalam kegiatan “Launching dan Sosialisasi Implementasi Komoditas Nikel dan Timah melalui SIMBARA” yang digelar di Aula Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (22/7).
Luhut meyakini, dengan masuknya komoditas timah dan nikel ke Simbara, para pengusaha dapat lebih tertib dalam berbisnis di sektor mineral. Menurutnya, Simbara dapat mencegah kebocoran penerimaan negara dari modus penambangan ilegal (illegal mining) dan penghindaran pembayaran penerimaan negara.
“Jadi, dia (kalau tidak patuh) oleh Bea Cukai, dia tidak bisa ekspor. Siapa pun dia, mau pakai baju kuning, merah, hitam, tidak bisa. Sistem ini akan mendisiplinkan bangsa ini,” kata dia.
Masuknya komoditas timah dan nikel ke Simbara merupakan buah dari percepatan yang diperintahkan oleh Menko Luhut. Dia mengaku, perkara dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022 yang ditangani oleh Kejaksaan Agung merupakan cambuk yang mempercepat pengintegrasian mineral timah dan nikel ke sistem Simbara.
“Kejadian korupsi yang di timah itu dorong kami mempercepat proses ini,” kata Luhut.
Sementara itu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklaiman Sistem Informasi Pengelolaan Batu Bara (Simbara) telah berkontribusi sebesar Rp7,1 triliun kepada penerimaan negara sejak diluncurkan pada 2022.
“Simbara secara khusus kami laporkan telah memberikan capaian langsung dan signifikan untuk penerimaan negara,” kata Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata.
Dia merinci setoran itu diperoleh dari tiga hal, yaitu pencegahan atas modus penambangan ilegal (illegal mining) senilai Rp3,47 triliun, data analitik dan profil risiko (risk profiling) pelaku usaha Rp2,53 triliun, serta penyelesaian piutang dari hasil penerapan automatic blocking system (ABS) senilai Rp1,1 triliun.
“Hingga saat ini, Simbara telah berhasil menyelaraskan 10 sistem independen yang tadinya tersebar di enam kementerian/lembaga (K/L) dan memberikan beberapa dampak positif,” ujar dia.
Menyambung pernyataan Isa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan koordinasi K/L melalui Simbara mampu menjaga kewibawaan negara lantaran berhasil menerapkan penegakan dan kepatuhan di kalangan pelaku usaha.
“Dengan sistem ini, kita bekerja rapi, konsisten, tegas, dan berwibawa tanpa menyusahkan perusahaan, karena mereka sudah tahu hak dan kewajiban mereka,” tutur Menkeu.
Keberhasilan Simbara mendorong Pemerintah untuk memperluas implementasi ke sektor nikel dan timah. Kedua sektor ini dipilih menimbang posisi Indonesia di tingkat internasional.
Kemenkeu mencatat cadangan nikel Indonesia mencakup 24 persen dari total cadangan dunia dengan total cadangan 21 juta ton.
Sementara volume produksi nikel mencapai 1,8 juta metrik ton pada 2023, menempati peringkat pertama di dunia dengan andil sebesar 50 persen dari total produksi nikel global.
Sedangkan cadangan timah menempati peringkat kedua dengan jumlah 800 ribu ton, setara dengan 23 persen dari cadangan dunia.
Adapun produksinya tercatat sebesar 78 ribu ton, menempati peringkat kedua dunia dengan kontribusi mencapai 22 persen.
“Kita tahu bahwa barang-barang mineral di Indonesia sekarang memiliki posisi luar biasa vital di dalam konstelasi geopolitik dunia, sehingga kalau Indonesia mampu dan terus berpikir untuk mengorganisasi dengan baik, diharapkan akan memberikan dampak yang maksimal seperti amanat Undang-Undang, yaitu memberikan manfaat sebesar-besarnya terhadap kemakmuran rakyat,” jelas Sri Mulyani. – (ANTARA)