Wah senang rasanya warung orang-orang Madura sudah diperhitungkan menjadi ancaman bagi bisnis-bisnis retail korporasi. Saya mulai melihat warung-warung klontong Madura menjamur semenjak Covid-19, 2020. Ini terlihat paling tidak di sekitar Pamulang dimana saya tinggal. Bisa jadi sudah lama.
Kita tahu orang-orang Madura ini bisnisnya adalah kuliner, sate Madura, soto, barang-barang rongsokan. Kami punya langganan satu Madura yang kita sebut sate Maryam sejak tahun 2000. Kita sebut sate maryam karena tukang sate ini punya anak perempuan bernama Maryam. Kini Maryam sudah lulus dari Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta dan sudah bekerja. Kita masih langganan sampe sekarang untuk sate Maryam ini. Soto Madura di depan Griya Jakarta Pamulang yang sangat ramai langganan kami juga punya orang Bangkalan.
Dulunya saya mengira toko-toko klontong itu milik orang Betawi atau Jawa tapi ternyata Madura. Toko mereka bukan toko yang besar, kecil saja, tetapi menjual beras, telur, gula, dan snack serta minuman. Merekapun mengontrak dan sambil tinggal di tokonya itu. Kebiasaan saya mencari sparkling water ( atau air putih soda) di toko Madura ini.
Saya juga menganggap toko grosier yang potensial dikomplain oleh korporasi retail makanan. Toko grosier ini menjadi pilihan belanja murah ibu-ibu karena harganya memang murah, tapi ternyata mereka tidak mengguncang. Tapi mengapa toko klontong Madura yang diprotes, padahal modal mereka kecil, tokonya kecil, tidak punya back up (back up mereka Allah SWT berupa hari yang terdiri dari 24 jam).
Tapi ternyata back up dari Allah ini yang mereka gunakan. Mereka buka 24 jam. Saat orang tidur mereka ada, saat orang butuh belanja juga ada. Mereka selalu ada selama waktu ada.
Memang soal waktu ini orang Madura punya pilihan yang keren. Bahkan bagi orang yang tidak pernah mudik saat hari raya seperti keluarga kami, kami sama sekali tidak khawatir tidak ada orang jual makanan, karena pasti sate Madura masih buka, soto buka, tahu tek-tek buka. Bagi orang Madura, Idul Fitri tidak harus mudik. Mereka harus mudik pada Hari Raya Idul Adha atau bulan Agustus karena pada dua bulan itu banyak pesta dan hajatan. Mereka harus pulang.