Pak Prabowo Subianto menjelaskan komitmen dan sikapnya. Harusnya ini layak dinilai sebagai angin segar. Ada harapan. Sebelumnya bahkan berani berkomitmen (baca : janji politik) yang lebih manis lagi. Yakni : di kampus negeri kuliah gratis!
Saran saya, Prabowo tidak perlu sampai memenuhi janji untuk kuliah gratis di kampus negeri, kecuali bagi anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu, keluarga fakir-miskin. Dalam hal ini cukup dengan : menambah cakupan-luasan penerima KIP Kuliah dan mekanisme seleksinya yang lurus dan obyektif.
Kalau mahasiswa di kampus negeri semuanya gratis, menjadi kurang adil juga. Apalagi, jika semua gratis, anggaran negara pasti jebol. Pemerintah pasti tidak sanggup. Keluarga-keluarga yang cukup mampu tidak berharap dan tidak perlu dengan program kuliah gratis.
Yang diperlukan adalah UKT yang mencerminkan semangat pendidikan bagi semua, biaya pendidikan yang terjangkau alias “ramah rakyat”, sehingga akses terhadap pendidikan tinggi benar-benar terbuka luas dan mencerminkan keadilan. Pak Prabowo penting memastikan UKT yang mencerminkan akses yang luas. Meski tidak gratis.
UKT haruslah dihitung dengan komitmen membela sebanyak mungkin anak-anak orang biasa untuk bisa masuk perguruan tinggi sebagai jalan perbaikan nasib. Demikian juga jalan untuk turut memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsanya.
UKT bukan hitungan bisnis. UKT tidak boleh mewakili model negara yang justru berbisnis dengan rakyatnya. Posisi negara tidak boleh seperti korporasi yang mencari keuntungan dari konsumennya (baca : rakyat).
Istilah UKT yang sangat minim penting dielaborasi dan mendapatkan terjemah teknis. Tidak harus sangat minim juga. Para orang tua hanya perlu merasa negara hadir, pemerintah membela. Yang diperlukan adalah UKT yang wajar. Andaikan pun terpaksa ada yang naik, hitungannya yang tidak bikin jantungan dan menakutkan.
Bayangkan, ada calon mahasiswa yang memilih balik badan, mengubur mimpinya masuk kampus, gara-gara angka UKT yang mengerikan. Menyedihkan ini.
UKT menjadi : Untukmu Kuliah Tertunda. Masih bagus tertunda. Kalau tertunda terus kan menjadi gagal.
Nah, Pak Prabowo sudah mulai bisa menyicil komitmen dan janjinya yang baik itu. Lalu caranya?
Mulai dengan mengundang ngopi Pak Nadiem. Ajak bicara visi, komitmen dan janjinya tersebut.
Sebagai orang muda yang pintar, Pak Nadiem pasti bisa mencernanya dengan baik. Sekali lagi, tidak perlu gratis. Cukup UKT yang bisa mewakili kehadiran negara untuk menciptakan keadilan pendidikan.
Jika perlu, Pak Prabowo menyambut Pak Nadiem Makarim dengan drumband di Kemenhan. Tidak perlu sampai dengan yel-yel UKT UKT UKT.
Pendidikan tinggi adalah salah satu basis pertahanan peradaban bangsa. Tidak sulit memahami pengertian ini. Biarkan anak-anak bangsa tetap sanggup memelihara mimpi indahnya ber-Indonesia dengan UKT yang “ramah rakyat”.