Peru, Portonews.com – Raksasa energi Spanyol, Repsol (REP.MC), kembali berada di pusat perhatian hukum setelah membuka tab baru terkait tumpahan minyak di Peru pada tahun 2022. Sebuah gugatan class action melibatkan 30.000 orang yang diduga menjadi korban dilaporkan telah diajukan, menurut firma hukum Pogust Goodhead. Gugatan ini menjadi sorotan pada Senin, memperingati dua tahun sejak insiden tragis yang mencemari perairan Pasifik Peru.Tumpahan minyak tersebut, dianggap sebagai salah satu bencana ekologi terparah di Peru, terjadi ketika lebih dari 10.000 barel minyak bocor ke Samudera Pasifik dan pantai akibat kegagalan kilang minyak La Pampilla milik Repsol. Pengacara yang mewakili kelompok korban mengklaim adanya dampak signifikan pada ekosistem setempat, merusak garis pantai sepanjang 66 mil (106 km), dan merugikan sektor penangkapan ikan dan pariwisata.
Gugatan Class Action Minta Ganti Rugi $1 Miliar
Gugatan class action yang diajukan meminta keputusan sebesar $1 miliar sebagai bentuk kompensasi bagi para korban. Media lokal melaporkan bahwa jumlah tersebut mencerminkan kerugian yang dialami masyarakat dan lingkungan akibat tumpahan minyak tersebut. Dalam konteks ini, perusahaan Repsol kembali berhadapan dengan tekanan hukum yang signifikan, di tengah-tengah upaya untuk menjaga citra dan reputasinya.
Ancaman Gugatan Perdata Sebelumnya
Ini bukan kali pertama Repsol berurusan dengan sistem peradilan di Peru. Sebelumnya, perusahaan ini juga dihadapkan pada gugatan perdata senilai $4,5 miliar. Gugatan tersebut mencuat sebagai respons terhadap dampak serius yang ditimbulkan oleh tumpahan minyak terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat. Meski Repsol telah menyatakan komitmennya untuk menanggulangi konsekuensi negatif, tekanan hukum semakin memuncak, dengan gugatan class action baru ini menjadi tantangan berat bagi perusahaan berbasis di Spanyol.
Upaya Hukum Internasional di Den Haag
London, 20 Januari 2024 – Gugatan class action terbaru terkait tumpahan minyak di Peru kini telah mencapai tingkat internasional. Firma hukum Pogust Goodhead, yang mengelola gugatan ini, mengonfirmasi bahwa pengajuan tuntutan telah dilakukan di Den Haag minggu lalu. Langkah ini menunjukkan bahwa pihak penggugat mencari keadilan tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga melalui forum hukum internasional.
Pengajuan gugatan di Den Haag menandai upaya untuk mengatasi kendala hukum dan perbedaan yurisdiksi yang mungkin dihadapi dalam menghadapi perusahaan multinasional seperti Repsol. Perkembangan ini menambah kompleksitas permasalahan hukum yang dihadapi oleh Repsol, yang kini harus merespon tantangan di ranah internasional sambil terus menghadapi tekanan domestik di Peru.
Repsol Menolak Gugatan dan Tanggapan Protes di Peru
Lima, 17 Januari 2024 – Meski Repsol dihadapkan pada gugatan class action senilai $1 miliar terkait tumpahan minyak di Peru, perusahaan tersebut menolak untuk mengungkapkan jumlah yang diminta dalam gugatan tersebut. Pernyataan Repsol pada Jumat malam menegaskan bahwa gugatan tersebut dianggap tidak berdasar, menciptakan ketidakpastian mengenai proses hukum yang akan dihadapi oleh perusahaan energi Spanyol ini.
Anak Perusahaan Repsol Selesaikan Pembersihan dan Alokasikan Kompensasi
Menyikapi tuntutan tersebut, anak perusahaan Repsol di Peru menyatakan telah menyelesaikan semua tugas pembersihan dan remediasi. Mereka juga mengalokasikan dana sekitar $270 juta sebagai bentuk kompensasi kepada para korban yang diidentifikasi oleh pemerintah Peru. Meskipun langkah ini diambil sebagai upaya untuk menanggapi dampak insiden, tetap saja gugatan class action menjadi sorotan, menciptakan ketidaksetujuan antara perusahaan dan para korban.
Protes Massa di Lima dan Pantai Ancon
Sambil menghadapi tekanan hukum, puluhan pengunjuk rasa mengunjungi daerah yang terkena dampak bencana, termasuk pantai Ancon di utara ibu kota Lima. Dalam gambar dari stasiun televisi lokal Canal N, terlihat orang-orang mengibarkan bendera besar Peru dan spanduk yang mengkritik Repsol. Protes ini mencerminkan kemarahan masyarakat terhadap salah satu bencana lingkungan terburuk di Peru.
CEO Pogust Goodhead: “Kami Akan Memperjuangkan Keadilan”
Minggu, 20 Januari 2024 – CEO dan mitra pengelola global Pogust Goodhead, Tom Goodhead, menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan keadilan bagi para korban dalam pernyataan resmi. Meskipun pernyataan tersebut tidak memberikan rincian jumlah gugatan, Goodhead menekankan pentingnya mendapatkan keadilan bagi mereka yang terdampak. Gugatan class action ini, yang kini mencapai tingkat internasional dengan pengajuan di Den Haag, menunjukkan bahwa perjuangan hukum melawan Repsol masih akan berlanjut, membuka babak baru dalam kompleksitas kasus ini.
Tantangan Proses Hukum dan Harapan Keadilan Internasional
London, 23 Januari 2024 – Dalam menghadapi penolakan Repsol dan protes massa di Peru, proses hukum terkait tumpahan minyak di Peru semakin kompleks. Meskipun Repsol menganggap gugatan tidak berdasar, Pogust Goodhead, sebagai pengacara utama, memastikan bahwa upaya untuk mencapai keadilan tidak akan surut. Dengan pengajuan gugatan di Den Haag, harapan untuk mendapatkan keputusan yang adil di tingkat internasional menjadi kunci dalam menyelesaikan sengketa ini.
Transparansi Komunikasi: Repsol dapat meningkatkan transparansi komunikasi dengan memberikan rincian lebih lanjut terkait tanggapan mereka terhadap gugatan class action dan langkah-langkah yang telah diambil anak perusahaan di Peru. Keterbukaan ini dapat membantu membangun kepercayaan masyarakat dan meredakan ketegangan.
Komitmen Lingkungan: Untuk mendukung upaya pemulihan ekosistem yang terkena dampak tumpahan minyak, Repsol dapat menunjukkan komitmen yang lebih kuat terhadap praktik bisnis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Investasi dalam teknologi dan inisiatif lingkungan dapat membantu mengurangi risiko serupa di masa depan.
Negosiasi Damai: Menyadari dampak negatif jangka panjang dari perselisihan hukum, Repsol dan penggugat dapat mempertimbangkan opsi negosiasi damai. Proses mediasi atau perundingan bisa menjadi alternatif yang menguntungkan untuk semua pihak yang terlibat, menghindari biaya dan kerumitan hukum yang lebih lanjut.
Kesimpulan:
Dalam menghadapi tuntutan hukum kedua terkait tumpahan minyak di Peru, Repsol berada dalam situasi yang kompleks. Penolakan Repsol terhadap gugatan class action, sementara anak perusahaannya telah mengalokasikan dana kompensasi, menciptakan ketidaksetujuan yang perlu diselesaikan. Protes massa dan langkah hukum internasional oleh Pogust Goodhead semakin meningkatkan tekanan. Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi Repsol untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki citra perusahaan, memperkuat komitmen lingkungan, dan mempertimbangkan opsi negosiasi damai. Demi keadilan dan pemulihan ekologis, kolaborasi antara semua pihak terlibat menjadi kunci dalam menyelesaikan sengketa ini.