Jakarta, Portonews.com – Sejumlah organisasi masyarakat sipil nonprofit meluncurkan Panduan Bebas-Deforestasi untuk Petani Kecil, sebuah pedoman revolusioner yang diharapkan dapat mengubah cara petani kecil termasuk petani sawit, karet, dan cokelat untuk menjaga hutan mereka dan memastikan komoditas yang dihasilkan sesuai dengan standar bebas-deforestasi untuk menembus pasar global.
Dilansir dari kanal resmi Greenpeace, Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabaruddin, menyatakan bahwa petani kecil sering kali disalahkan atas deforestasi di Indonesia dan karenanya terpinggirkan dari pasar. Namun, kolaborasi ini menunjukkan bahwa mereka mampu menerapkan praktik bebas-deforestasi. “Kami berharap dengan pedoman ini, petani kecil anggota kami mendapatkan akses yang lebih adil ke pasar dan membantu pemerintah mengurangi deforestasi,” ujar Sabaruddin.
Panduan Bebas-Deforestasi ini merupakan hasil kerja keras selama enam tahun dari berbagai organisasi, termasuk High Carbon Stock Approach (HCSA), SPKS, Yayasan Petani Pelindung Hutan (4F), Greenpeace, dan High Conservation Value Network (HCVN). Proses pengembangan panduan ini juga mencakup uji coba lapangan bersama petani kecil di Kalimantan Barat selama empat tahun untuk memastikan panduan ini praktis dan mudah diadopsi oleh komunitas lokal.
Panduan ini berisi langkah-langkah sederhana bagi petani untuk mengidentifikasi dan memetakan area tutupan hutan dan lahan di wilayah mereka. Setiap tahapan mengharuskan adanya persetujuan berdasarkan informasi yang lengkap dan tanpa paksaan (FPIC – free, prior, and informed consent) dari komunitas terkait.
Valens Adi, perwakilan petani dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, menegaskan pentingnya panduan ini bagi masyarakat lokal. “Toolkit ini dikembangkan berdasarkan masukan dari petani, masyarakat adat, dan komunitas lokal. Saya sudah melihat sendiri dampak positifnya di Kalimantan Barat. Kami membutuhkan dukungan semua pihak agar dapat menerapkan praktik terbaik dan melestarikan hutan tanpa meninggalkan kearifan lokal dan budaya kami,” ungkap Valens.
Tirza Pandelaki, Direktur Eksekutif Yayasan Petani Pelindung Hutan (4F), menambahkan bahwa panduan ini tidak hanya menjaga hutan tetapi juga meningkatkan kehidupan para petani kecil. “Kami bekerja sama dengan petani kecil di desa, termasuk perempuan dan anak muda, untuk menyusun panduan ini. Kami berharap panduan ini bisa diterapkan di seluruh Indonesia, memberikan insentif, dan menguntungkan petani kecil untuk melindungi hutan mereka,” jelas Tirza.
Kiki Taufik, Kepala Global Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace, menekankan bahwa panduan ini memungkinkan petani kecil untuk membantu pemerintah mengatasi krisis iklim. “Dengan panduan ini, petani kecil dapat berkontribusi mencapai target konservasi dan komitmen iklim Indonesia, sekaligus memenuhi persyaratan seperti yang diatur dalam UU Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EUDR,” kata Kiki.
Jesús Cordero, Direktur Eksekutif HCSA, menyatakan bahwa panduan ini menunjukkan bahwa petani kecil mampu memproduksi komoditas sambil melestarikan hutan dan keanekaragaman hayati. “Toolkit ini memungkinkan petani skala kecil untuk membuktikan bahwa mereka mampu memproduksi komoditas yang berkelanjutan. Mereka dapat menjadi kunci yang menghubungkan rantai pasok dan pasar yang berkelanjutan ketika bermitra dengan produsen dan pembeli besar,” ujar Jesús.
Dengan adanya Panduan Bebas-Deforestasi untuk Petani Kecil, diharapkan para petani kecil di Indonesia dapat meningkatkan daya saing mereka di pasar global, sambil turut serta dalam upaya pelestarian lingkungan dan pengurangan deforestasi. Panduan ini tidak hanya menawarkan solusi praktis tetapi juga membuka peluang baru bagi petani kecil untuk berkembang secara berkelanjutan.