Bandung, Portonews.com – Para pakar meteorologi dan agronomi dari Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi), Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) berkumpul di Bandung dalam Simposium X dan Kongres IX Perhimpi untuk menyusun strategi menuju kemandirian pangan nasional.
Dengan tema “Restorasi Sumber Daya Air dan Iklim untuk Kemandirian Pangan Menuju Indonesia Emas 2024,” agenda ini bertujuan untuk mengembangkan strategi adaptasi lingkungan guna mendukung ketahanan pangan yang berkelanjutan di Indonesia.
Kepala BSIP sekaligus Ketua Perhimpi, Prof. Fadjry Djufry mengungkapkan bahwa simposium ini membuka ruang bagi akademisi, praktisi, dan pemangku kepentingan untuk berdiskusi serta berbagi wawasan tentang solusi mengatasi krisis pangan akibat perubahan iklim.
“Kami berharap hasil diskusi ini bisa menjadi panduan bagi Kementerian Pertanian dalam mengelola sumber daya air secara efektif,” ujar Fadjry dalam sambutannya di Bandung pada Kamis (31/10).
Dalam acara yang dibuka pada Rabu (30/10), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan pesan melalui Fadjry Djufry, menyoroti berbagai tantangan besar yang dihadapi sektor pertanian Indonesia saat ini.
Faktor-faktor seperti kondisi iklim ekstrem akibat El-Nino, situasi geopolitik global, inflasi pangan tinggi, dan lonjakan harga beras akibat pengurangan ekspor oleh negara-negara produsen turut membebani stabilitas pangan domestik.
Amran menekankan pentingnya upaya restorasi sumber daya air dan iklim sebagai solusi jangka panjang dalam menjaga ketahanan pangan.
“Inisiatif ini sangat strategis, terutama ketika sektor pertanian tengah berada di persimpangan akibat dampak nyata perubahan iklim,” katanya.
Sepanjang tahun 2024, Kementerian Pertanian telah mencatat beberapa pencapaian penting, khususnya dalam upaya pengelolaan air dan penanganan perubahan iklim.
Di antaranya adalah peningkatan produksi padi melalui pendekatan yang lebih tanggap dan inovatif, seperti subsidi pupuk sebanyak 9,55 juta ton serta program Perluasan Areal Tanam (PAT) dengan memaksimalkan pompanisasi, optimalisasi lahan rawa, dan penerapan tumpang sisip padi gogo di lahan-lahan baru.
Salah satu program yang berhasil diterapkan adalah pompanisasi di sawah tadah hujan, yang berkontribusi pada peningkatan produksi beras selama tiga bulan berturut-turut. Sebanyak 60.332 unit pompa dan 5.262 unit irigasi perpompaan disediakan untuk meningkatkan hasil panen dan melindungi tanaman dari ancaman kekeringan akibat perubahan iklim.
Dampaknya sudah terlihat dengan peningkatan produksi beras pada bulan Agustus 2024 sebesar 2,84 juta ton, September sebesar 2,87 juta ton, dan Oktober sebesar 2,59 juta ton, yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Menurut Amran, restorasi sumber daya air kini memiliki peran yang semakin vital, terlebih ketika disandingkan dengan penerapan teknologi pertanian berbasis iklim. Restorasi ini ditujukan untuk menata, mengelola, dan memantau sumber daya air serta iklim secara menyeluruh dan berkelanjutan.
“Restorasi ini berfokus pada pemulihan ekosistem yang dapat mendukung penyediaan jasa lingkungan melalui pendekatan pertanian terpadu,” paparnya.
Sebagai bagian dari visi besar Presiden Prabowo untuk swasembada pangan dalam kurun waktu 4-5 tahun ke depan serta target menjadi lumbung pangan dunia pada 2045, Kementerian Pertanian telah menetapkan langkah-langkah strategis.
Di antaranya adalah ekstensifikasi pertanian dengan mencetak tiga juta hektar sawah baru selama tiga tahun, intensifikasi lahan untuk peningkatan indeks tanam padi, serta jaminan ketersediaan benih unggul bersertifikat. Pengendalian hama dan penyakit, modernisasi mekanisasi pertanian seperti urban farming, dan penggunaan teknologi pertanian mutakhir juga menjadi bagian dari langkah-langkah strategis ini.
Upaya revitalisasi irigasi dan pemanfaatan 61 bendungan dengan total layanan hingga 400.000 hektar merupakan langkah lain yang diambil, bersamaan dengan peningkatan efisiensi peralatan mesin pertanian khususnya irigasi perpompaan berbasis listrik.
Di sisi lain, transformasi sektor pertanian menuju modernisasi melalui pengembangan cluster pertanian modern, yang melibatkan rantai produksi dari hulu hingga hilir, terus diupayakan.
Kementerian Pertanian juga memperkuat penerapan Pertanian Cerdas Iklim (Climate Smart Agriculture) sebagai bentuk dukungan dalam Restorasi Sumber Daya Air.
Teknologi ini meliputi penggunaan sensor tanah, drip irrigation, serta pemantauan cuaca berbasis satelit untuk membantu petani dalam membuat keputusan yang lebih tepat.
Selain itu, pelatihan intensif serta peningkatan akses informasi cuaca yang akurat melalui aplikasi digital juga terus dilakukan untuk memperkuat kapasitas petani.
Secara keseluruhan, simposium ini membuka peluang bagi para pemangku kepentingan untuk mengkaji kembali pendekatan dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
Dengan strategi yang komprehensif ini, diharapkan Indonesia tidak hanya dapat mencapai kemandirian pangan tetapi juga berperan sebagai kekuatan pangan global di masa depan.