Jakarta, Portonews.com – Bocornya pipa minyak milik Pertamina di Indramayu menuai banyak kritikan dari berbagai kalangan. Pasalnya, kebocoran ini terjadi tiga kali di Juni 2024, yaitu di Bengkulu Tuban, Jawa Timur dan Indramayu Jawa Barat.
Menurut Beni Cahyadi, aktivis lingkungan, merasa kaget bukan kepalang karena Pertamina mengklaim sebagai Perusahaan kelas dunia tetapi tidak mampu menanggulangi kebocoran pipa minyak yang terus berulang. “Ini aneh bin ajaib,” tegasnya pada Portonews, Selasa (18/6/2024) di Jakarta. Karenanya, dia mengusulkan agar segera disusun dan diimplementasikan Program Kedaruratan Bencana Industri yang merupakan bagian dari Kedaruratan Bencana. Hal ini telah diamanatkan dalam banyak peraturan dan standar, seperti PP 50/2012 tentang SMK3, Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep.187/Men/1999 Tahun 1999 – Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya Di Tempat Kerja, Permenlk 74/2019, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.74/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 Tentang Program Kedaruratan Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun, Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Pencegahan Dan Penanggulangan Keadaan Darurat Bahan Kimia Dalam Kegiatan Usaha Industri Kimia, ISO 45001 dan ISO 14001.
“Program Kedaruratan ini juga wajib dikomunikasikan kepada para pihak yang relevan, semisal pemda dan komunitas. Program ini juga wajib dilatihkan dan disimulasikan oleh perusahaan dan pemda yang melibatkan komunitas tempat kondisi darurat terjadi,” tandasnya.
Beni menuturkan, hasil Investigasi Insiden harus dikomunikasikan ke berbagai pihak sebagai bahan pembelajaran dan masukan untuk perusahaan sejenis atau daerah yang lain yang mempunyai potensi bahaya dan risiko yang sama. “Pemerintah dapat memerintahkan atau membuka atau memfasilitasi pembahasan atau kajian-kajian terkait berbagai insiden di tempat kerja seperti bocornya pipa penyalur BBM,” tegasnya.
Beni menambahkan, “Penegakan Hukum jika tahapan-tahapan yang diminta oleh regulasi diabaikan dan terjadi insiden yang merugikan harta, lingkungan hidup dan nyawa manusia. Banyak sanksi yang bisa diterapkan dari mulai sanksi administrasi (teguran sampai ke Pencabutan Izin) lalu ke Sanksi Pidana dan Perdata baik Undang-Undang Lingkungan Hidup, Ketenagkerjaan maupun KUHAP”.
Saat ini berlaku Undang undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dari sanksi dan ancaman hukuman pidana bahkan hingga denda belasan miliar rupiah dan kewajiban memulihkan lingkungan hidup. Penegakkan hukum ini juga harus fair dan transparan juga berlaku untuk semua pihak. Boleh jadi harus dilakukan kepada pihak-pihak yang sengaja mendirikan bangunan tempat tinggal atau kegiatan di area yang dilarang misalnya. Atau kepada pemilik kapal karam yang menyebabkan pipa penyalur BBM menjadi rusak atau bocor.
Lebih jauh Beni juga menjelaskan terkait Risk Management. Pengelolaan Risiko ini salah satunya dengan melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko (disebut juga IBPPR atau HIRADC) pada seluruh aktifitas yang ada di area tempat kerja atau di area lain yang berada pada ruang lingkup pekerjaan suatu perusahaan. “Pertamina seharusnya memperkuat aspek ini agar kebocoran pipa dapat dihindari sejak dini,” sarannya.
Peristiwa bocornya pipa Pertamina di Indramayu juga tak luput dari perhatian anggota DPR RI. Tak tanggung-tanggung,
Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR pun berkomentar. “Kontraktor Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau perusahaan minyak adalah pihak yang paling bertanggungjawab bila terjadi kebocoran pipa minyak yang kemudian menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan.
“Kewajiban-kewajiban pihak kontraktor itu tertuang dalam UU Migas. Memang UU Migas No. 22 Tahun 2001 tidak secara eksplisit diatur. Tapi dalam Peraturan Pemerintah diatur tentang pengaturan lingkungan hidup,” kata Sugeng pada Portonews, Selasa (18/6/2024). Termasuk di dalamnya tanggungjawab pihak kontraktor bila terjadi tumpahan minyak sehingga menimbulkan pencemaran atau karena faktor-faktor lingkungan.
Jamak diketahui, terjadi kebocoran pipa minyak milik Pertamina di sungai dan irigasi di Desa Lombang, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Akibatnya, ceceran minyak mentah tersebut berceceran disepanjang sungai dan irigasi.
Diketahui pipa yang mengalami kebocoran merupakan pipa yang menghubungkan Stasiun Pengumpul Utama (SPU) A – MGS Balongan KP 10.
Terkait insiden ini, Bupati Indramayu Nina Agustina pun langsung menghubungi Pertamina untuk segera melakukan pembersihan. Dia juga meminta kepada Pertamina untuk lebih peduli terhadap lingkungan, baik yang ada di darat maupun areal laut Indramayu.
Aksi masyarakat peduli penanggulangan kebocoran pipa dan tumpahan minyak
Masyarakat Indonesia memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap pencemaran lingkungan. Apalagi pencemaran yang ditimbulkan oleh kebocoran pipa dan tumpahan minyak dari beberapa perusahaan minyak nasional hingga internasional.
Diketahui, penanggulangan tumpahan minyak di Indonesia ditanggulangi oleh perusahaan yang mumpuni di bidang penanganan pencemaran tumpahan minyak, seperti Oil Spill Combat Team (OSCT) Indonesia. OSCT adalah Pusat Penanggulangan Tumpahan Minyak dan Bahan Kimia dengan enam pangkalan di seluruh Indonesia dan basis operasi di Malaysia, Thailand dan India. Perusahaan ini memiliki oil boom yang terbentang lebih dari 44.000 meter, 122 skimmers, dan didukung oleh 170 responder terlatih dan berpengalaman dalam menangani tumpahan minyak.