Pengamat Maritim : Waspada Usulan Vietnam Soal Noanchoring Area Sejauh 2 Mil Laut
Jakarta, Portonews.com – Pengamat maritim, Marcellus Hakeng Jayawibawa meminta pemerintah Indonesia mewaspadai usulan Vietnam untuk menetapkan noanchoring area sejauh 2 mil laut.
“Usulan ini secara nyata melanggar peraturan internasional yang mencerminkan niat negara itu untuk memperluas cakupan penangkapan ikan, yang secara langsung merugikan kepentingan Indonesia,” kata Hakeng dalam keterangannya, Minggu (26/5/2024).
No-anchoring area adalah area di mana tidak seorang pun diperbolehkan membuang jakar untuk kapal, pesawat terbang atau fasilitas lainnya dan disiapkan untuk melindungi pulau buatan, struktur atau instalasi.
Dikatakannya, noanchoring area diusulkan oleh Vietnam adalah dua mil laut yang sesuai peraturan nasionalnya, namun berdasarkan safety zone dalam UNCLOS 1982 dan regulasi International Maritime Organization adalah 500 meter sehingga usulan Vietnam telah melampaui cakupan hukum internasional.
Selain tuntutan no-anchoring area yang berlebihan Vietnam, Pemerintah Indonesia juga diminta waspadai langkah Vietnam seperti aktivitas reklamasi di Laut Natuna Utara, kehadiran militer yang meningkat, peningkatan aktivitas maritim bersifat provokatif.
“Ini tidak hanya memicu kekhawatiran serius terkait potensi peningkatan kegiatan illegal, unreported, and unregulated (IUU) serta peningkatan kriminalitas di ZEE Indonesia,” katanya.
Indonesia dan ASEAN Perlu Hati-hati Sikapi Gagasan Global Security Initiative oleh China
Isu lain yang perlu diwaspadai adalah definisi FAD, yakni Vietnam berpendapat bahwa FAD perlunya didefinisikan sebagai struktur atau instalasi namun sebenarnya FAD adalah alat yang sangat mudah dilepas-pasang, tidak bersifat permanen, masa penggunaan FAD hanya beberapa bulan, jadi
bukan struktur atau instalasi.
“Jika FAD didefinisikan sebagai struktur atau instalasi, maka Vietnam akan menempati area operasi laut dan noanchoring area yang lebih luas di area tumpang tindih yurisdiksi, sehingga Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar dan juga berkurangnya mata pencaharian nelayan RI,” katanya.
Saat ini aktivitas penangkapan ikan ilegal Vietnam semakin merajalela. Pada 4 Mei 2024, dua kapal Vietnam ditangkap oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) di Laut Natuna Utara, dan 15 ton ikan ilegal disita.
Vietnam mencoba membingungkan definisi FAD, untuk terus memperluas wilayah penangkapan ikan ilegal dan menjarah sumber daya laut.
“Tindakan Vietnam tidak hanya mengancam kedaulatan maritim Indonesia, tapi juga menciptakan kerugian signifikan terhadap ekonomi Indonesia dan mengakibatkan hilangnya akses penangkapan ikan bagi nelayan Indonesia yang seharusnya menjadi hak mereka,” katanya.