Jakarta, Portonews.com – Dalam rangka meningkatkan produksi minyak dan gas bumi, pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), telah mengambil langkah strategis.
Keputusan Menteri ESDM No 110.K/MG.01/MEM.M/2024 yang baru saja diterbitkan mengatur pedoman pengembalian bagian kerja potensial yang tidak diusahakan. Langkah ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi produksi di sektor hulu minyak dan gas.
Menindaklanjuti keputusan tersebut, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) segera mengumpulkan para CEO Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Mereka diundang untuk berdiskusi mengenai inventarisasi potensi percepatan produksi.
Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, menekankan pentingnya percepatan ini dengan mengatakan, “Kita perlu melakukan percepatan untuk meningkatkan produksi, antara lain melalui optimalisasi Wilayah Kerja dan meminimalisir potensi yang mangkrak atau area tidur.”
Dalam pertemuan tersebut, Dwi juga mengungkapkan bahwa masih ada sejumlah lapangan yang belum diproduksikan, serta rencana pengembangan yang terhenti. SKK Migas mencatat bahwa terdapat 301 struktur dengan potensi sebesar 1,8 miliar barel minyak (BBO) dan 13,4 triliun kaki kubik gas (TCF) yang belum dikembangkan. “Kita harus fokus pada peningkatan produksi dari kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Waterflood,” tambah Dwi.
Dalam upaya ini, SKK Migas telah memetakan 12 lapangan dengan potensi pemulihan sebesar 951 juta barel minyak (MMBO) yang tidak dikerjakan dalam dua tahun terakhir, serta struktur yang telah mendapat status temuan selama tiga tahun berturut-turut.
Langkah konkret selanjutnya adalah pengisian formulir yang harus diserahkan oleh KKKS, yang mencakup empat opsi: tetap dikerjakan, bekerja sama dengan badan usaha lain, melakukan Kerja Sama Operasi (KSO), atau mengembalikan kepada negara. Semua ini harus diselesaikan paling lambat tanggal 7 November 2024.
Dalam diskusi yang berlangsung, beberapa KKKS juga mengungkapkan tantangan yang mereka hadapi. Ronald dari Medco menyampaikan kesulitan dalam pengadaan lahan, sedangkan Qian dari Petrochina menyoroti lamanya proses perizinan yang bisa memakan waktu lebih dari setahun. Hendrajaya dari MontD’Or mengusulkan regulasi baru untuk bidang yang idle, dan Tri Firmanto dari EMP mengusulkan sinergi fasilitas antar KKKS.
Sementara itu, Justin dari EMCL berbagi rencana peningkatan produksi dan program pemboran sumur infill yang sedang berjalan. Apresiasi juga datang dari Juan Carlos dari ENI, yang mengharapkan kemudahan dan insentif lebih fleksibel dari pemerintah untuk kegiatan eksplorasi. Kathy Wu dari BP menyampaikan tantangan terkait kompetisi modal antar negara, serta harapan agar proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan pengadaan menjadi lebih mudah.
Dengan dukungan yang kuat dari SKK Migas dan ESDM, para pelaku industri optimis bahwa langkah-langkah ini akan mendorong akselerasi produksi yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan sumber daya alam Indonesia. Wisnu Windadari dari Petronas menambahkan, “Kami berharap dukungan terkait pengadaan rig dapat terus diberikan.” Dengan kerja sama dan kolaborasi, sektor minyak dan gas diharapkan dapat berkembang lebih pesat, memberikan manfaat yang lebih besar bagi negara.