Jakarta, Portonews.com – Kejaksaan Agung berhasil mengungkap praktik mafia peradilan di balik vonis bebas terdakwa kasus pembunuhan, Ronald Tannur. Kasus dugaan suap dalam penanganan perkara ini dianggap sebagai puncak gunung es dalam sistem peradilan yang perlu dibersihkan. Dalam operasi tangkap tangan, Kejaksaan Agung menangkap tiga hakim serta mengungkap keterlibatan mantan pejabat Mahkamah Agung dalam dugaan praktik suap.
Pada 24 Juli lalu, Ketua Hakim Erinahamik dan dua hakim anggota di Pengadilan Negeri Surabaya membacakan vonis bebas bagi terdakwa Ronald Tannur. Namun, beberapa bulan kemudian, ketiga hakim tersebut ditangkap dalam operasi tangkap tangan Kejaksaan Agung. Dalam penangkapan itu, ditemukan uang tunai senilai miliaran rupiah dalam mata uang asing.
Penyidik juga menetapkan Zarov Rikard, mantan pejabat di Mahkamah Agung, sebagai tersangka. Zarov diduga menerima suap sebesar Rp5 miliar dari pengacara Ronald Tannur. Suap ini bertujuan agar Zarov memastikan keputusan Mahkamah Agung tetap memvonis bebas Ronald Tannur pada tingkat kasasi. Selain itu, penyidik menyita uang tunai dan mata uang asing dari rumah Zarov di kawasan Senayan, Jakarta, dengan total nilai mencapai Rp920 miliar, serta emas seberat 51 kg yang diduga diperoleh dari pengurusan perkara sejak tahun 2012 hingga 2022.
Berdasarkan sumber rujukan dari Kejagung, penyidik saat ini mendalami sumber uang dan harta Zarov, yang mengaku “lupa” terkait perkara-perkara spesifik yang ia tangani. Juru Bicara Mahkamah Agung, Hakim Yanto, menyatakan bahwa laporan dugaan suap pada tingkat kasasi akan ditindaklanjuti jika ada laporan resmi yang masuk. “Jika ada laporan resmi, pimpinan akan mengambil sikap,” ujarnya.
Di tengah kontroversi ini, Pengadilan Negeri Surabaya bahkan menerima kiriman karangan bunga yang menyindir kinerja hakim, sebagai bentuk protes publik terhadap vonis bebas sebelumnya. Portonews.com mencatat bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi lembaga peradilan untuk bersih-bersih. Keputusan Mahkamah Agung yang memberhentikan ketiga hakim tersebut mendapat apresiasi. Suap kepada hakim diduga telah menjadi praktik masif yang mencemarkan nama baik peradilan.
Penguatan integritas peradilan menjadi sorotan utama publik, yang berharap lembaga peradilan tetap menjadi pilar tegaknya hukum yang bersih, berwibawa, dan terbuka bagi para pencari keadilan. (*)