Jakarta, Portonews.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Plt Dirjen Minerba Bambang Suswantonoyang diwakilkan kepada Toto, mengemukakan terkait PNBP Subsektor Minerba. Menurutnya, rencana PNBP 2023 berdasarkan Perpres Nomor 75 tahun 2023 yang ditetapkan tanggal 10 November 2023 sebesar Rp 146,07 Triliun. Sedangkan realisasi 2023 mencapai Rp 172,96 Triliun.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi publik bertajuk “Menyelamatkan Pendapatan Negara Sektor Pertambangan dan Sumber Daya Alam” yang diselenggarakan oleh Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam pada Rabu siang (17/7/2024) di Jakarta.
Dia juga mengatakan pihaknya saat ini tengah menggunakan aplikasi
ePNBP Minerba untuk lebih meningkatkan pendapatan dari sektor minerba.
Toto menjelaskan bahwa sistem ePNBP adalah aplikasi online pengelolaan PNBP minerba yang memiliki 3 fungsi utama yaitu: perhitungan kewajiban PNBP secara online, pembayaran kewajiban PNBP mineral dan batubara secara online, dan validasi kewajiban PNBP mineral dan batubara secara online.
“Fungsi perhitungan kewajiban PNBP minerba, meliputi iuran tetap, royalti, dan penjualan hasil tambang,” katanya. Sedang fungsi pembayaran kewajiban PNBP minerba, sesuai dengan nilai perhitungan kewajiban PNBP.
“Fungsi validasi kewajiban PNBP minerba, dilakukan oleh sistem ePNBP melalui penyediaan validasi transaksi Lebih Bayar secara online oleh Evaluator PNBP,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama Bisman Bachtiar, ahli hukum pertambangan, merasa heran dengan kenyataan daerah-daerah penghasil tambang yang sejatinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya justru didera kemiskinan akut. Sebut saja di Papua dan Kalimantan, katanya. Inilah ironi besar Indonesia.
“Kenapa mempunyai Sumber Daya Alam Pertambangan yang cukup besar tetapi masih banyak rakyat miskin dan justru pertambangan berdampak pada kerusakan lingkungan,” gugat Bisman. Penyebabnya adalah
Pasal 33 UUD 1945 tidak dijalankan, menjamurnya oligarki dan lemahnya penegakan hukum.
Karena itu, lanjutnya, harus ada upaya penyelamatan. Diantaranya, ada upaya pencegahan potensi kebocoran dengan menginventerisasikan potensi-potensi kebocoran. Kedua, adanya perbaikan sistem pengusahaan. Ketiga, ada penyelarasan semua kelembagaan yang terkait dengan penerimaan negara. Keempat, ketegasan untuk melakukan penegakan hukum.
Sementara Prof Syahroza, Guru Besar Universitas Indonesia, menyarankan ada digitalisasi dalam pengelolaan pertambangan. Hal ini juga mengantisipasi adanya broker dan kongkalikong dalam proses lelang usaha pertambangan.
Dalam diskusi yang juga menghadirkan Haerul Saleh, anggota IV BPK. Dia menguraikan tentang makna PNBP. Ia mengatakan salah satu pendapatan negara adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP dapat dipungut dari beberapa sumber antara lain pelayanan, Sumber Daya Alam, Kekayaan Negara Dipisahkan, Pengelolaan Dana, dan sumber lain yang sah. PNBP dikelola oleh kementerian/lembaga sesuai tugas dan fungsinya.
Lembaganya, kata Haerul, juga turut memberikan pengawasan terhadap tata kelola pertambangan. “Kita ikut memeriksa izin-izin dan pendapatan hasil tambang di Kementerian ESDM,” terangnya.