Jakarta, Portonews.com – Produksi EMCL masih menjadi andalan kedua setelah PHR yang merupakan tulang punggung kontribusi produksi minyak Nasional, dimana sampai dengan 31 Juli 2024, EMCL berhasil melampaui target WP&B maupun APBN 2024. Hal ini tentu saja sangat menggembirakan, akan tetapi pada pertengahan Juli 2024, Lapangan Banyu Urip EMCL mulai mengalami kenaikan Gas Oil Ratio (GOR) dan kenaikan water cut yang menyebabkan Loss Production Opportunity (LPO) cukup significant, yaitu sekitar 7.000 BOPD, sehingga produksi EMCL tidak lagi sustain berproduksi di rate 150 MBOPD.
Lebih lanjut, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro menerangkan bahwa “Kenaikan GOR ini adalah kondisi dimana ratio poduksi gas semakin meningkat dibandingkan produksi minyak, dan kenaikan water cut adalah kondisi dimana kandungan jumlah air terproduksi semakin tinggi dibandingkan dengan produksi minyak.”
“Harus kami akui bahwa LPO di EMCL ini jumlahnya sangat) signifikan, meskipun SKK Migas dan KKKS lain berusaha untuk melakukan optimasi produksi dari kegiatan) pemboran, workover dan well service, namun kontribusi yang diperoleh belum dapat menutup secara langsung gap penurunan produksi di EMCL,” terang Hudi.
“SKK Migas memberikan perhatian khusus kepada lapangan Banyu Urip mengingat produksinya yang sangat besar dan apabila terjadi gangguan produksi baik karena kendala surface maupun subsurface, hal ini langsung berdampak sangat significant pada produksi Indonesia,” imbuhnya.
SKK Migas dan EMCL tidak tinggal diam terhadap permasalahan yang sedang terjadi, serangkaian kegiatan Gas Shut Off dan Water Shut Off serta maintain terhadap rate produksi senantiasa dilakukan untuk menjaga penurunan produksi yang lebih tajam lagi
Kabar baiknya adalah perkembangan proyek Banyu Urip Infill Classic (BUIC) cukup baik sehingga diperkirakan dalam waktu dekat akan onstream 1 sumur yaitu B13 dengan potensi produksi sebesar 10 Ribu BOPD dan tentunya akan meningkatkan produksi minyak di Banyu Urip dan produksi Nasional secara keseluruhan.
“Minyak ini sangat berarti bagi SKK Migas karena produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan sehingga harus impor. Kami beranggapan setetes minyak saat berarti bagi negara. Sehingga upaya-upaya meningkatkan produksi minyak terus dilakukan oleh SKK Migas dan KKKS,” terang Hudi.