Jakarta, Portonews.com – Suatu bangsa akan maju kalau bangsa tersebut menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi karena lewat kedua hal itulah mereka akan bisa mendorong dan memajukan ekonomi bangsa dan negaranya. Bila hal ini sudah terjadi maka tentu secara politis negara tersebut akan dihormati dan disegani oleh bangsa-bangsa serta negara-negara lain di dunia. Demikian ditegaskan oleh
Anwar Abbas, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
“Untuk menciptakan hal demikian peran dunia pendidikan terutama perguruan tinggi jelas sangat besar karena dia merupakan garda terdepan dalam mencerdaskan dan mencetak manusia-manusia unggul yang inovatif, kreatif, terampil, berdaya saing tinggi dan responsif terhadap perubahan dan mampu merekayasanya ke arah yang lebih baik,” kata Anwar pada Portonews, Jumat (24/5/2024).
Oleh karena itu, katanya, jika suatu bangsa dan negara ingin maju maka negara dan bangsa tersebut harus bisa memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada rakyatnya terutama kepada para generasi mudanya untuk bisa kuliah di perguruan tinggi, tidak hanya untuk tingkat S1, tapi juga S2 dan S3.
Menurut Anwar yang juga menjadi Wakil Ketua Umum MUI ini, pertimbangan itulah yang telah membuat banyak negara maju berusaha untuk mengenakan biaya kuliah semurah mungkin.
Bahkan ada menggratiskannya agar warga bangsanya bisa sebanyak mungkin melanjutkan studinya ke perguruan tinggi. “Tetapi anehnya di Indonesia lewat kebijakan baru yang dikeluarkan Kemendikbud yang terjadi malah sebaliknya.
“Kenaikan uang kuliah melonjak cukup tinggi bahkan ada yang sampai 3 dan 4 kali lipat lebih mahal dari sebelumnya sehingga sudah bisa dipastikan hanya anak-anak orang kaya dan berduit saja yang akan bisa masuk perguruan tinggi,” kata Anwar. Bila ini yang terjadi maka berarti pemerintah telah mengkhianati dirinya sendiri karena tugas negara dan pemerintah sesuai dengan amanat konstitusi adalah melindungi rakyat, mencerdaskan rakyat dan mensejahterakan mereka.
Untuk itu, tambah Anwar, diharapkan kepada pemerintah dan DPR agar bisa mengatasi masalah ini secepatnya dan dengan sebaik-baiknya. “Kalau tidak maka berarti Pemerintah dan DPR telah membuat kebijakan yang bersifat diskriminatif terhadap rakyatnya sendiri karena kebijakan yang dibuatnya bias kepada orang-orang yang kaya saja, sementara nasib dari orang-orang miskin serta punya pendapatan rendah jelas akan terabaikan,” tegasnya. Hal ini tentu jelas tidak baik bagi perkembangan bangsa dan negara ini kedepannya padahal kita tahu maju mundurnya suatu bangsa dan negara sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya.
Menjadi pengetahuan umum bahwa perguruan tinggi merupakan salah satu tempat yang sangat strategis untuk mencapai tujuan dimaksud.
Sebelumnya diberitakan, kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah universitas ramai di media sosial X. Baru-baru ini, juga viral uang pangkal Universitas Indonesia (UI) yang mencapai Rp 161 juta untuk mahasiswa sarjana dan vokasi jalur seleksi mandiri Pendidikan Kedokteran.
Terkait hal tersebut, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Tjitjik Sri Tjahjandarie merespons gelombang kritik terkait UKT di perguruan tinggi yang kian mahal. Tjitjik menyebut biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu.
Ia menyebut pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa gratis seperti di negara lain. Sebab, bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional.
Mengenai banyaknya protes soal UKT, Tjitjik menyebut pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP hingga SMA.
Sementara itu, penetapan UKT dan biaya lain pada dasarnya mengacu pada satu aturan resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Aturan tersebut tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbud. Di dalamnya dijelaskan bila seluruh biaya yang ada di PTN merujuk pada Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT).
SSBOPT merupakan biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi selain investasi dan pengembangan. Hitungan SSBOPT merupakan dasar bagi Kementerian mengalokasikan anggaran dalam APBN untuk PTN.
Data tersebut juga dipakai PTN untuk menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa baik UKT, biaya kuliah tunggal (BKT) ataupun sumbangan pengembangan institusi (SPI). Ada sejumlah perbedaan pada ketiganya.