Jakarta, Portonews.com – Harga minyak dunia berakhir turun pada perdagangan Selasa kemarin. Kondisi ini terjadi karena adanya kekhawatiran terhadap permintaan global mengimbangi dukungan harga dari konflik Israel-Hamas hingga ancaman kenaikan suku bunga.
Dikutip dari Reuters, Rabu (21/2/2024), minyak Brent berjangka turun US$ 1,22, atau 1,5%, menjadi US$ 82,34 per barel. Spread enam bulan untuk Brent pada hari Selasa berada pada level tertinggi sejak Oktober, sebuah tanda pasar yang lebih ketat.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret, yang habis masa berlakunya pada hari Selasa, turun US$ 1,01, atau 1,3%, menjadi US$ 78,18 per barel. Kontrak WTI April yang lebih aktif diperdagangkan turun US$ 1,30, atau 1,4%, menjadi US$ 77,04 per barel.
Premi minyak mentah berjangka AS untuk kontrak bulan kedua meningkat lebih dari dua kali lipat, mencapai level tertinggi US$ 1,71 per barel, yang merupakan perubahan dengan level terbesar dalam empat bulan terakhir. Kondisi ini mendorong perusahaan-perusahaan energi untuk menjualnya sekarang daripada membayar untuk menyimpan produknya.
“Pasar minyak mentah sedikit lebih rendah dalam perdagangan yang tenang selama liburan Hari Presiden di AS dan karena kekhawatiran permintaan mengimbangi ketegangan geopolitik Timur Tengah yang sedang berlangsung,” kata Analis Pasar IG Tony Sycamore dalam sebuah catatan.
AS kembali memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai perang Israel-Hamas, menghalangi tuntutan gencatan senjata kemanusiaan dilakukan segera dan malah mendorong badan beranggotakan 15 negara tersebut untuk menyerukan gencatan senjata sementara terkait dengan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas.
PBB juga telah memperingatkan bahwa serangan itu dapat menyebabkan pembantaian. Pelayaran terganggu karena kelompok Houthi yang mendukung Palestina, meningkatkan serangan terhadap jalur pelayaran di Laut Merah dan Selat Bab al-Mandab. Adapun serangan drone dan rudal telah menghantam setidaknya empat kapal sejak Jumat.
Di samping itu, meskipun terjadi konflik di Timur Tengah yang mana merupakan salah satu kawasan penghasil minyak terbesar di dunia, investor nampaknya justru lebih khawatir terhadap lesunya permintaan global.
China mengumumkan penurunan suku bunga acuan hipotek terbesar yang pernah ada, terbesar sejak suku bunga referensi diperkenalkan pada tahun 2019 dan jauh lebih besar dari perkiraan para analis.
“Fakta bahwa pasar minyak mentah belum memberikan respons yang lebih positif menunjukkan betapa dalamnya masalah permintaan minyak di Tiongkok,” kata partner di Again Capital LLC di New York, John Kilduff.