Jakarta, Portonews.com – Suplai nikel dari Indonesia dinilai bisa semakin besar membanjiri pasar Dunia. Hal itu apabila, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel tak di moratorium segera.
Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) mencatat, dari maraknya smelter nikel yang ada saat ini di Indonesia, jumlahnya masih akan semakin bertambah.
Ketua Umum Perhapi, Rizal Kasli menyatakan bahwa, saat ini terdapat beberapa perusahaan yang sedang dalam tahap konstruksi. Bahkan, ada yang dalam tahap perencanaan.
Oleh karena itu, ia mengimbau kepada pemerintah untuk memoratorium pembangunan smelter tersebut. Hal ini sebagai cara untuk menghindari over suplai nikel di pasar Dunia.
“Kalau ini selesai di bangun di khawatirkan menambah suplai hampir 12 juta ton, ini pasti akan membanjiri pasar global lagi, ada juga yang dalam perencanaan, nah mungkin ini bisa diopertimbangkan untuk di hold sehingga tidak membanjiri pasar nikel dari kita,” ungkap Rizal.
Rizal mencatat, sekarang ini Indonesia sudah memproduksi hampir 2 juta ton nikel atau 1,97 juta ton yang dipasok untuk Dunia. Hanya saja, kebutuhan nikel Dunia sedang mengalami keterbatasan akibat penurunan permintaan dari China.
“Dari China tidak sesuai dengan yang diekspektasikan di awal, sehingga terjadi over suplai nikel sekitar 240 ribu ton. Sehingga ini berpengaruh kepada harga di pasar global,” ungkap Rizal, Selasa (13/2/2024).
Sebagai catatan, pada Senin (22/1/2024) harga nikel dunia kontrak tiga bulan tercatat US$16.036 per ton. Posisi ini adalah merupakan yang terendah sejak April 2021.
Pendorong utama buruknya kinerja nikel adalah kondisi pasokan yang lebih tinggi dibandingkan permintaan. INSG memperkirakan harga nikel akan tetap berada di bawah tekanan dalam jangka pendek seiring dengan meningkatnya surplus di pasar global dan perlambatan ekonomi global.
Harga rata-rata nikel global menurut INSG sebesar US$16.600 per ton pada kuartal pertama dengan harga secara bertahap naik rata-rata US$16.813 per ton pada 2024.