Jakarta, Portonews.com – Untuk lebih mengakselerasi transisi energi demi mencapai net zero emissions pada tahun 2060, pemerintah Indonesia melalui Dewan Energi Nasional (DEN) menjajaki beragam kerjasama. Salah satunya dengan delegasi Dept. Natural Resources of Shanxi Province, China. Pertemuan yang berlangsung pada Selasa (21/5/2024) mengulas beberapa persoalan tentang pengelolaan energi dan prospek kerjasama kedua lembaga.
Delegasi Shanxi diwakili oleh Yao Qinglin (director Provincial chief Inspector of Natural Resources), Li Rui dan Qu Jun. Sedang pihak DEN diwakili Agus Puji, yang didampingi oleh anggota pemangku kepentingan – industry, Agus Pramono dan jajarannya. “Pertemuan hari ini bagus sekali, terutama untuk pengembangan pengelolaan energy. Kami saling memanfaatkan potensi masing-masing. Ke depannya, DEN dan Shanxi Province bisa kerjasama dengan skala, intensitas yang lebih besar,” kata Agus Puji,
Diketahui bahwa program pemensiunan dini PLTU Batu Bara dan Managed Phase-Out (pengurangan output pembangkitan dengan cara pengoperasian PLTU Batu Bara secara lebih fleksibel) parallel dengan upaya pencapaian net zero emissions. Untuk mencapai target dekarbonisasi yang ambisius, Indonesia harus mengejar pemanfaat energi terbarukan dan penurunan emisi gas rumah kaca dengan cepat, dan salah satu caranya adalah dengan menurunkan emisi gas rumah kaca dari PLTU batubara. “Kita harus implementasi CCUS karena sudah commited terhadap the Paris Agreement, dimana negara-negara telah bersepakat menyeimbangkan emisi dan sumber, dan hal ini hanya bisa terjadi jika seluruh energi fosil diakhiri pengoperasiannya. Kedepannya, semua negara harus menggunakan energy bersih dan ramah lingkungan,” kata Agus Puji.
Pihaknya kata Agus, melihat teknologi Tiongkok untuk penerapan teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) efektif untuk sektor energi berkelanjutan dan ramah lingkungan, terutama PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) batu bara. CCUS merupakan teknologi yang bisa menangkap Karbon Dioksida yang telah terlepas ke atmosfer. “Teknologi Tiongkok lebih maju, sehingga kita mau kerjasama, kolaborasi untuk implementasi CCUS terutama untuk production phase-out (a repeated procedure) PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) batubara. Kita tidak bisa langsung shutdown (PLTU batubara),” kata Agus.
Dia mengimbuhkan, “Secara simultan, kita tingkatkan EBT (energi baru terbarukan). Kita perlu CCUS, teknologi yang bisa menangkap karbon yang telah terlepas ke atmosfer. Kita punya PLTU batubara dengan kapasitas 75 Gigawatt (GW). Terakhir, ada yang kapasitasnya 20-30 GW. Sehingga tidak ada opsi lain, kita harus implementasi CCUS.”
Menurut Yao Qinglin, CCUS juga relatif baru di China, tapi banyak kegiatan research nya. “Tapi coal gasification, kami sudah mapan karena memang sudah cukup lama. Setiap tahun, ada event, dengan mengundang berbagai kedutaan untuk ikut forum, dengan tujuan pengembangan pengelolaan energy. Setiap bulan September, ada event,” terangnya.
Sebagai catatan, terdapat 171 negara menandatangani the Paris Agreement, dan 13 negara menerapkan deposit instrumen ratifikasi. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menandatangani the Paris Agreement (high-level Signature Ceremony for the Paris Agreement) yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, April 2016 yang lalu.
Penyelenggaraan sesuai mandat dari Konferensi Para Pihak ke-21 Konvensi-Kerangka Perubahan Iklim (UNFCCC COP-21) bulan Desember 2015. Upaya dekarbonisasi atau pengurangan emisi gas rumah kaca nasional dilakukan secara bertahap.