Jakarta, Portonews.com – Penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengantisipasi risiko pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan obat-obatan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, mengungkapkan bahwa hasil penelitian ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera bertindak.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, dengan peneliti utama Rosetyati Retno Utami dan Anindrya Nastiti dari ITB serta timnya, menemukan bahwa masyarakat di kawasan DAS Citarum Hulu cenderung membuang sisa obat-obatan langsung ke sungai. “Kami sudah berjanji untuk bertemu dengan Ibu Retno dan berdiskusi terkait risiko ini. Kami harus segera mengantisipasi kemungkinan kontaminasi terhadap Sungai Citarum,” ujar Herman dalam keterangannya di Bandung, seperti dilansir dari laman Antara, Minggu (14/7).
Menurut Herman, penelitian tahap pertama ini berfokus pada persepsi masyarakat mengenai risiko pembuangan sisa obat-obatan dan estimasi penggunaan obat-obatan di DAS Citarum Hulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap persepsi risiko masyarakat dan praktek pembuangan obat pada skala rumah tangga. “Riset ini baru tahap pertama. Tahap kedua akan mengukur konsentrasi pencemaran Active Pharmaceutical Ingredients (API) di Sungai Citarum,” jelas Retno.
Sebelumnya, BRIN telah mengidentifikasi bahwa penggunaan paracetamol di DAS Citarum mencapai 460 ton per tahun dan amoxicillin 336 ton per tahun. Aktivitas seperti penggunaan obat-obatan dan hormon dalam kegiatan peternakan, obat-obatan rumah tangga, aktivitas industri, dan sistem pengelolaan limbah rumah sakit, semuanya berpotensi memberikan pencemaran.
Peneliti Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Rosetyati Retno Utami, menjelaskan bahwa penelitian dilakukan dengan menghitung konsentrasi bahan aktif obat yang diminum, frekuensi penggunaan obat, jumlah obat yang dikonsumsi, dan masa sakit responden dalam setahun. “Paracetamol dan amoxicillin menjadi APIs dengan penggunaan terbesar di DAS Citarum Hulu,” ungkap Rosetyati.
Penggunaan antibiotik di DAS Citarum Hulu cukup besar, dengan paracetamol mencapai 460 ton per tahun dan amoxicillin 336 ton per tahun. Penelitian ini juga menemukan bahwa sumber kontaminasi bahan aktif obat bisa berasal dari kegiatan peternakan, penggunaan obat rumah tangga, industri, dan kebocoran dari sistem pengelolaan limbah rumah sakit.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Luki Subehi, menekankan pentingnya perhatian lebih terhadap perilaku masyarakat dalam penggunaan dan pembuangan obat-obatan. “Dengan informasi ini, diharapkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tidak mencemari badan air dan sungai dapat meningkat, serta praktik pengelolaan limbah obat-obatan bisa lebih baik,” kata Luki Subehi.
Penelitian ini menjadi langkah awal dalam mengidentifikasi dan mengantisipasi risiko pencemaran di Sungai Citarum, yang pada akhirnya bertujuan untuk melindungi ekosistem akuatik dan kesehatan masyarakat di sekitar DAS Citarum.