Jakarta, Portonews.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru saja merilis Peraturan BPOM (PerBPOM) Nomor 15 Tahun 2024, yang merupakan pembaruan dari Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2022. Aturan baru ini memperkenalkan kriteria dan tata laksana registrasi suplemen kesehatan, khususnya terkait batasan konsumsi selenium dalam suplemen kombinasi bagi ibu hamil dan menyusui. Batasan yang sebelumnya ditetapkan maksimal 60 mcg/hari kini ditingkatkan menjadi 65 mcg/hari.
Selenium, yang dikenal sebagai antioksidan, memiliki peran vital dalam mendukung sistem kekebalan tubuh, metabolisme, dan fungsi kelenjar tiroid. Menurut keterangan resmi BPOM, “Selain berperan sebagai antioksidan, selenium juga meningkatkan kekebalan tubuh serta menjaga metabolisme dan fungsi tiroid.”
Kebutuhan asupan selenium bagi ibu hamil lebih tinggi, dengan tambahan 5 mcg dari Angka Kebutuhan Gizi (AKG) umum. Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi selenium dapat membantu menurunkan risiko preeklamsia, kondisi serius yang dapat terjadi selama kehamilan.
Perubahan batasan ini merupakan hasil kerja sama antara BPOM, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, serta Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan. Tujuannya adalah untuk memastikan asupan gizi yang aman dan bermanfaat bagi ibu hamil di Indonesia.
Tingkat anemia pada ibu hamil di Indonesia terbilang mengkhawatirkan, dengan prevalensi mencapai 44,2 persen pada tahun 2019, menurut data Bank Dunia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat angka ini mencapai 49% dan menunjukkan tren yang meningkat. Untuk menanggulangi masalah ini, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan program suplementasi tablet tambah darah (TTD), yang memberikan satu tablet setiap hari selama 90 hari kehamilan. WHO pun merekomendasikan suplementasi TTD sepanjang masa kehamilan.
Namun, WHO juga mendorong penggunaan multiple micronutrient supplement (MMS) sebagai pengganti TTD, karena MMS terbukti lebih efektif dalam mengurangi risiko berat badan lahir rendah. Berbeda dengan TTD yang hanya mengandung zat besi dan asam folat, MMS mengandung 15 zat gizi mikro, termasuk selenium.
Hingga saat ini, regulasi nasional untuk MMS di Indonesia belum ada. Kementerian Kesehatan telah meminta dukungan regulasi kepada BPOM untuk perizinan MMS. Dalam upaya ini, BPOM menggelar diskusi dan konsultasi publik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk para ahli dari Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung, untuk membahas pengaturan MMS.
Rancangan PerBPOM yang dihasilkan dari diskusi ini telah diajukan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk proses harmonisasi. Dalam rapat harmonisasi pada Juli 2024, rancangan tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diundangkan, menandai langkah penting dalam peningkatan kesehatan ibu hamil di Indonesia.