Jakarta, Portonews.com – BMKG baru-baru ini mengeluarkan Climate Outlook 2025 atau Pandangan Iklim 2025, sebagai pedoman bagi berbagai lembaga, pemerintah daerah, serta pihak terkait dalam merancang pembangunan, terutama di sektor-sektor yang dipengaruhi fenomena iklim.
Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, kondisi iklim 2025 tidak menunjukkan anomali. Hal ini disebabkan oleh ENSO (El Nino-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) yang diperkirakan berada dalam keadaan netral sepanjang tahun. La Nina lemah diprediksi akan berlangsung hingga awal tahun 2025.
Suhu permukaan rata-rata bulanan di Indonesia pada Januari hingga Desember 2025 diperkirakan mengalami anomali antara +0,3 hingga +0,6 °C pada Mei hingga Juli (rata-rata 0,4°C), sedikit lebih panas dibandingkan suhu normal. Wilayah-wilayah seperti Sumatera Bagian Selatan, Jawa, NTB, dan NTT berpotensi mengalami peningkatan suhu tersebut.
“Berdasarkan analisis dinamika atmosfer dan laut ini, BMKG memperkirakan mayoritas wilayah Indonesia akan memiliki curah hujan tahunan dalam kategori normal dengan kisaran 1000 hingga 5000 mm per tahun,” kata Dwikorita di Jakarta, Senin (4/11/2024).
Perkiraan Curah Hujan di Sebagian Besar Wilayah Indonesia
Sebanyak 67% wilayah Indonesia, seperti sebagian besar Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau bagian barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung bagian utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah bagian barat, sebagian kecil Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi bagian tengah dan selatan, Bali, sebagian kecil NTT, Kepulauan Maluku, dan Papua, diprediksi mengalami curah hujan tahunan di atas 2.500 mm.
Sekitar 15% wilayah, seperti beberapa bagian Sumatera, Kalimantan Timur bagian timur, Sulawesi tengah dan utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTT, Kepulauan Maluku, dan Papua bagian tengah, diperkirakan akan mengalami curah hujan lebih tinggi dari rata-rata normal.
Selain itu, 1% wilayah Indonesia, termasuk bagian kecil Sumatera Selatan bagian barat, NTT, Maluku Utara, dan Papua Barat bagian utara, diperkirakan akan mengalami curah hujan di bawah normal.
Wilayah seperti Bali, NTB, dan NTT perlu waspada terhadap periode hari tanpa hujan yang berkepanjangan, tambah Dwikorita.
Rekomendasi Antisipasi dan Imbauan dari BMKG
Deputi Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menjelaskan bahwa pandangan iklim ini juga menyertakan rekomendasi umum bagi sektor-sektor terdampak, seperti sektor pangan. Curah hujan normal hingga di atas normal pada 2025 dianggap sesuai untuk mendukung peningkatan produksi pangan di wilayah sentra pangan.
Di daerah sentra pangan dengan prediksi curah hujan di bawah normal, disarankan untuk menyesuaikan pola tanam dan mengelola ketersediaan air, serta memilih bibit tanaman yang lebih sesuai dengan kondisi tersebut.
“Dengan intensifikasi dukungan seperti irigasi, wilayah sentra pangan tetap dapat mencapai produktivitas yang baik,” ujarnya.
Ardhasena juga menyebut bahwa di wilayah yang berpotensi mengalami curah hujan lebih tinggi dari normal, perlu diantisipasi adanya potensi banjir dan longsor, terutama pada puncak musim hujan. Sebaliknya, wilayah dengan curah hujan di bawah normal di musim kemarau perlu waspada terhadap kekeringan dan risiko kebakaran hutan.
“Diperlukan optimalisasi infrastruktur pengelolaan air di daerah yang rentan banjir, seperti drainase, peresapan, dan tampungan air. Waduk dan kolam retensi juga perlu dipastikan keandalannya untuk menghadapi musim hujan maupun kemarau,” jelas Ardhasena.
Dengan adanya potensi La Nina lemah di awal 2025, Ardhasena menambahkan bahwa curah hujan bisa bertambah hingga 20% di atas normal, meningkatkan kemungkinan bencana hidrometeorologi. Oleh karena itu, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah perlu meningkatkan kewaspadaan, dilansir dari laman BMKG, Senin (4/11/2024).
Meskipun curah hujan pada Juli-September 2025 diprediksi di atas rata-rata, risiko kekeringan dan kebakaran hutan tetap perlu diwaspadai, mengingat data historis menunjukkan kejadian kebakaran hutan yang konsisten setiap tahunnya. Selain itu, peningkatan suhu udara pada Mei-Juli 2025 juga harus diantisipasi.