Pengadilan Tipikor Jakarta – Portonews.com – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta resmi menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara kepada Tamron alias Aon, bos CV Venus Inti Perkasa (VIP). Tamron dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait tata niaga timah di wilayah Bangka Belitung pada 2015–2022.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Toni Irfan, Aon dijatuhi pidana tambahan berupa denda sebesar Rp1 miliar serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp3.538.932.640.663,67. Hakim juga menegaskan bahwa apabila uang pengganti tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah keputusan berkekuatan hukum tetap, maka aset Tamron akan disita oleh jaksa untuk dilelang. Jika hasil lelang tetap tidak mencukupi, maka hukuman penjara tambahan selama 5 tahun akan diberlakukan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Tamron alias Aon dengan penjara selama 8 tahun,” ujar Hakim Toni dalam amar putusannya di ruang sidang, Jumat (27/12/2024).
Kerugian Negara yang Fantastis
Kasus ini mencatat kerugian negara sebesar Rp300 triliun, menjadikannya salah satu kasus megakorupsi terbesar dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Tindak pidana ini melibatkan manipulasi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Tidak hanya Tamron, tiga kolega Aon di CV Venus Inti Perkasa juga dijatuhi hukuman masing-masing 5 tahun penjara. Mereka adalah Hasan Tjie (Direktur Utama), Achmad Albani (Manajer Operasional), dan Kwan Yung alias Buyung (Komisaris). Ketiganya juga dikenai denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hukuman Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman 14 tahun penjara untuk Tamron serta denda Rp1 miliar. Selain itu, jaksa menuntut pembayaran uang pengganti sebesar Rp3,66 triliun. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Tamron alias Aon dengan pidana penjara selama 14 tahun, dikurangi masa tahanan, dan tetap ditahan di Rutan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024).
Namun, vonis hakim lebih rendah dari tuntutan tersebut. Menurut Hakim Toni, hukuman sudah mempertimbangkan beratnya kerugian negara, kerusakan lingkungan, serta fakta bahwa terdakwa tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.
Dakwaan Pasal Berlapis
Keempat terdakwa dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Untuk tindak pidana korupsi, mereka dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan untuk TPPU, pasal yang digunakan adalah Pasal 3 dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Kasus ini menjadi perhatian publik mengingat besarnya kerugian negara serta kompleksitas tindak pidana yang dilakukan. Seperti dilansir dari Tribunnews.com, pemerintah diharapkan dapat memperkuat pengawasan terhadap tata niaga komoditas strategis seperti timah agar tidak terulang kasus serupa di masa depan. (*)