Jakarta, Portonews.com – Kebaya resmi menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia ke-15 yang terdaftar dalam daftar UNESCO, setelah melalui penetapan oleh Sidang Komite WBTB UNESCO di Asunción, Paraguay (4 /12). Keputusan ini mengukuhkan Kebaya sebagai elemen budaya penting di Asia Tenggara, setelah pada hari sebelumnya, Reog Ponorogo juga terdaftar dalam kategori “In Need of Urgent Safeguarding.”
Kebaya menjadi inskripsi WBTB kedua Indonesia dalam kategori nominasi multinasional, setelah Pantun yang terdaftar pada tahun 2020 atas usulan bersama Indonesia dan Malaysia. Proses pencatatan Kebaya melibatkan lima negara ASEAN: Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Kelima negara ini berkomitmen untuk bersama-sama melestarikan warisan budaya yang telah lama menjadi simbol identitas dan kebanggaan kawasan tersebut.
Duta Besar Indonesia untuk UNESCO, Mohamad Oemar, menyatakan bahwa penetapan Kebaya sebagai WBTB UNESCO mencerminkan perpaduan budaya unik di Asia Tenggara dan menunjukkan komitmen bersama untuk merayakan serta melestarikan warisan budaya yang kaya di kawasan ini. “Kebaya adalah simbol dari multikulturalisme di Asia Tenggara,” ujarnya, seperti dilansir Antara.
Keputusan ini diambil setelah Badan Evaluasi WBTB UNESCO menyatakan bahwa Kebaya memenuhi semua kriteria pencatatan yang ditetapkan oleh Konvensi 2003 UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda. Kebaya tidak hanya memperkuat jembatan pemahaman antarbudaya tetapi juga terus dihargai dan digunakan oleh berbagai komunitas di Asia Tenggara, menjadikannya simbol yang abadi.
Duta Besar RI untuk Argentina, Uruguay, dan Paraguay, Sulaiman Syarif, juga mengungkapkan kebanggaannya terhadap keberhasilan ini. Menurutnya, pencatatan Kebaya sebagai WBTB UNESCO tidak hanya memperkuat kekayaan budaya Indonesia, tetapi juga solidaritas negara-negara ASEAN dalam melestarikan warisan budaya.
Menteri Kebudayaan Indonesia, Fadli Zon, menambahkan bahwa Kebaya merupakan simbol persatuan di Asia Tenggara. “Penetapan ini adalah pengakuan dunia atas nilai budaya kita yang mendalam serta upaya kita bersama dalam melestarikan kebudayaan,” ujarnya.
Usulan pencatatan Kebaya diajukan melalui inisiatif Delegasi Tetap RI untuk UNESCO pada akhir 2021, yang kemudian disepakati pada pertemuan tingkat pimpinan negara antara Indonesia dan Malaysia. Proses persiapan dokumen nominasi dimulai dengan pertemuan komunitas Kebaya dan perwakilan negara pada November 2022 di Malaysia, dan dilanjutkan dengan lokakarya di Jakarta pada Februari 2023. Dokumen nominasi kemudian diselesaikan melalui pertemuan daring oleh Singapura sebelum akhirnya diajukan ke UNESCO pada Maret 2023.
Sebagai bagian dari perayaan pencatatan ini, kelima negara pengusul Kebaya menyelenggarakan acara sampingan di sela Sidang Komite WBTB ke-19, yang menampilkan pameran dan pertunjukan mode Kebaya. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang warisan budaya bersama ini serta relevansinya dengan masyarakat kontemporer, sekaligus mendorong upaya kolaboratif untuk melindungi dan mentransmisikan kebaya kepada generasi mendatang.