Jakarta, Portonews.com – Ekonom dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menekankan pentingnya pemerintah memastikan bahwa tambahan penerimaan negara dari kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dialokasikan kembali kepada masyarakat.
“Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tentu akan menghasilkan penerimaan yang signifikan. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjamin bahwa tambahan pendapatan ini disalurkan kepada masyarakat kelas menengah ke bawah, baik melalui peningkatan fasilitas publik maupun program jaminan sosial,” ujar Fajry saat dihubungi di Jakarta, Jumat (15/11).
Ia menegaskan bahwa setelah penerapan kebijakan PPN 12 persen, pemerintah harus memberikan manfaat lebih besar kepada kelompok masyarakat menengah ke bawah. Sebagai ilustrasi, jika masyarakat kelas menengah ke bawah membayar tambahan pajak sebesar Rp200, maka pemerintah seharusnya mengembalikan manfaat senilai Rp250 kepada mereka.
“Ini akan menciptakan kondisi yang lebih baik bagi masyarakat kelas menengah ke bawah,” tambahnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengusulkan pemberian subsidi suku bunga kredit bank, beasiswa pendidikan, hingga insentif usaha sebagai langkah untuk mengurangi dampak tekanan ekonomi akibat kenaikan PPN.
Menurut Esther, pemberian insentif untuk memulai bisnis sangat penting dilakukan guna menghindari risiko kontraksi ekonomi.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyarankan peningkatan bantuan sosial dan pemberian insentif sebagai solusi untuk meredam dampak dari kenaikan tarif PPN.
“Kebijakan bantuan sosial dapat membantu mengimbangi penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang dan jasa,” jelas Josua.
Ia juga menambahkan bahwa pemberian insentif pajak atau pengurangan pajak bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dapat membantu pelaku usaha menyesuaikan diri dengan peningkatan beban pajak. Josua percaya bahwa insentif semacam ini dapat mendukung daya saing UMKM dan mencegah penurunan produktivitas akibat biaya tambahan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan tetap dilaksanakan sesuai dengan mandat undang-undang.
Salah satu pertimbangan utama adalah pentingnya menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tetap mampu merespons berbagai krisis.
Namun, dalam pelaksanaannya nanti, Kementerian Keuangan akan berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang jelas kepada masyarakat.
“Undang-undangnya sudah ada. Kami perlu mempersiapkan agar kebijakan ini dapat dijalankan dengan penjelasan yang baik,” kata Sri Mulyani. – (ANTARA)