Jakarta, Portonews.com – Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6 persen. Suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility juga turun 25 bps menjadi masing-masing 5,25 persen dan 6,75 persen.
Hal tersebut diumumkan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 17-18 September 2024 di Jakarta, Rabu (18/9).
Perry Warjiyo mengatakan, terdapat lima faktor yang menjadi pertimbangan BI dalam menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen.
“Ada lima pertimbangan kenapa kami menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps sekarang,” kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu.
Pertimbangan pertama yaitu makin besarnya potensi penurunan suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate (FFR). Hingga sejauh ini, BI memperkirakan FFR bakal turun sebanyak tiga kali pada tahun ini dan empat kali pada tahun depan.
“Dengan data terbaru, kemungkinan turunnya adalah September, November, dan Desember tahun ini, masing-masing 25 bps. Untuk tahun depan, ada empat kali di kuartal I dan II,” kata Perry.
Pertimbangan berikutnya yaitu pergerakan rupiah yang belakangan ini cenderung menguat dan stabil. Membaiknya pergerakan rupiah juga menjadi salah satu hasil kejelasan FFR. Faktor lainnya yaitu konsistensi bauran kebijakan moneter BI dan meningkatnya aliran masuk modal asing.
Pertimbangan ketiga, inflasi yang tetap rendah dan berada dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen.
Perry meyakini kinerja inflasi juga dipengaruhi oleh koordinasi BI bersama pemerintah pusat maupun daerah melalui gerakan nasional pengendalian inflasi pangan.
Kemudian, seiring dengan turunnya suku bunga acuan, BI yakin pertumbuhan ekonomi tahun ini bakal berada dalam target kisaran 4,7-5,5 persen atau pada titik tengah 5,1 persen.
Pertimbangan terakhir adalah penyaluran kredit pembiayaan perbankan. Dengan menurunnya BI-Rate, diharapkan dapat membuat perbankan makin giat menyalurkan kredit.
“Tidak hanya perbankan, ini juga mendukung fiskal, khususnya untuk pembiayaan fiskal karena imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) juga akan turun dan rendah, sehingga pembiayaan fiskal itu juga terdukung,” tutur Perry. – ANTARA