Jakarta, Portonews.com — Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengumumkan bahwa suku bunga acuan BI-Rate tetap dipertahankan pada level 6 persen. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian kondisi global.
“Saat ini, kami memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI-Rate karena gejolak global yang masih berlangsung mengharuskan kami fokus pada stabilisasi rupiah. Kami tetap memonitor peluang untuk menurunkan suku bunga, terutama dengan terkendalinya inflasi serta pencapaian sasaran ekonomi pada 2025 dan 2026, guna mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024 di Jakarta, Jumat (29/11).
Perry menambahkan bahwa kebijakan suku bunga BI-Rate akan terus disesuaikan dengan perkembangan ekonomi global dan domestik. Selain itu, Bank Indonesia juga berkomitmen untuk memperkuat sinergi kebijakan bersama pemerintah, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan pemangku kepentingan lainnya demi memperkokoh stabilitas ekonomi serta transformasi menuju Indonesia Emas 2045.
BI menegaskan bahwa di tahun 2025, kebijakan moneter akan tetap fokus pada stabilitas dengan ruang untuk mendorong pertumbuhan. Selain itu, empat pilar kebijakan lainnya juga diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, yaitu kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta pengembangan UMKM dan ekonomi keuangan syariah.
BI juga akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan intervensi di pasar spot dan forward serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder. Kebijakan operasi moneter yang pro-pasar juga akan dioptimalkan untuk mendukung aliran modal asing dan pendalaman pasar uang.
Untuk meningkatkan cadangan devisa, BI akan terus memperluas instrumen penempatan valas hasil ekspor sumber daya alam (DHE-SDA), sehingga menarik bagi para eksportir. Hal ini sejalan dengan upaya menjaga kecukupan devisa dan pengelolaan lalu lintas valuta asing sesuai standar internasional.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap kuat, meskipun menghadapi tantangan perlambatan ekonomi global. Pada 2025, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan mencapai 4,8-5,6 persen, sementara pada 2026, angka ini diperkirakan naik menjadi 4,9-5,7 persen.
Konsumsi rumah tangga juga diprediksi meningkat pada 2025 sebesar 4,5-5,3 persen dan naik menjadi 4,8-5,6 persen pada 2026. Sementara itu, investasi diproyeksikan tumbuh 4,4-5,2 persen pada 2025 dan 4,7-5,5 persen pada 2026. Ekspor juga diperkirakan akan menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan sebesar 4,8-5,6 persen pada 2025 dan meningkat menjadi 5,7-6,5 persen pada 2026.
BI menargetkan inflasi tetap terkendali pada kisaran 2,5 persen plus-minus 1 persen. Ini didukung oleh konsistensi kebijakan moneter, fiskal, serta program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Perry juga menyampaikan bahwa transformasi ekonomi digital akan terus berkembang pesat. Transaksi melalui QRIS diproyeksikan mencapai Rp640 triliun pada 2025 dan Rp750 triliun pada 2026. Transaksi digital banking diperkirakan melonjak menjadi Rp103.900 triliun pada 2025 dan Rp153.700 triliun pada 2026. Penggunaan uang elektronik juga akan meningkat menjadi Rp1.760 triliun pada 2025 dan Rp2.660 triliun pada 2026.
Pertumbuhan kredit diperkirakan mencapai 11-13 persen pada 2025 dan 2026, seiring dengan stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga.
“Kami optimis ekonomi digital akan menjadi salah satu pilar utama penggerak ekonomi di masa depan. Transaksi digital akan semakin meningkat dan mendorong efisiensi serta inklusi keuangan,” jelas Perry.
Meski dunia masih menghadapi gejolak, Perry menegaskan pentingnya sinergi dan kerja sama seluruh pihak untuk melindungi perekonomian Indonesia.
“Kita harus optimis. Dengan sinergi yang kuat, Indonesia akan mampu bertahan dan terus melaju menuju cita-cita Indonesia Emas 2045,” tutupnya.