Jakarta, Portonews.com – Beberapa komunitas di Ijaw Selatan, Negara Bagian Bayelsa, mengungkapkan keprihatinan mendalam akibat peristiwa dua tumpahan minyak yang terjadi baru-baru ini. Tumpahan minyak tersebut menyebar ke sungai, anak sungai, dan lahan pertanian di sekitarnya, sehingga merugikan masyarakat setempat yang bergantung pada sumber daya alam tersebut.
Tumpahan minyak terjadi pada hari Jumat, 4 Oktober 2024, pada pipa 14 inci milik Oando, yang terletak di Ogboinbiri/Tebidaba. Komunitas yang terdampak meliputi Ogboinbiri, Keme-ebiama, Kolokologbene, Gbaraun, Apoi, dan Ukubie. Alagoa Morris, seorang pemerhati lingkungan dan Wakil Direktur Eksekutif Jaringan Pembela Lingkungan, menyatakan kepada PUNCH Metro bahwa titik tumpahan minyak tersebut berada dekat lokasi tumpahan sebelumnya yang terjadi pada 5 September 2024 lalu.
Dalam kunjungannya ke lokasi tumpahan pada hari Senin 7 Oktober 2024, Morris menemukan bahwa minyak telah mencemari aliran Ogiori, Sungai Apoi, dan beberapa komunitas di hilir. Sumber dari masyarakat setempat mengungkapkan kekecewaan karena tumpahan minyak ini terjadi saat Oando masih belum menanggulangi tumpahan sebelumnya.
Ketua Dewan Keme-ebiama, Ketua Newstyle Ogiori, menjelaskan, “Tumpahan ini terjadi sekitar seminggu yang lalu. Dan itu dimulai dari pipa yang menghubungkan ke salah satu aliran kami yang disebut aliran Ogiori. Mengalir ke aliran Ogiori, lalu ke Sungai Apoi; di mana mengalir dari sana ke hilir ke komunitas kami, menjadi komunitas pertama dan Kokologbene, Gbaraun, Apoi, Ukubie.” seperti dilansir dari laman punchng.com.
Ia menambahkan, “Semua komunitas ini terkena dampak tumpahan minyak. Sebagai orang Ijaw, Anda tahu kami menggunakan air ini untuk berbagai keperluan; untuk minum, mandi, dan lain-lain. Karena tumpahan minyak, kami tidak dapat menggunakannya untuk apa pun. Kami tidak bisa menggunakannya untuk memasak. Jika bukan karena hujan yang turun akhir-akhir ini, kami tidak akan mempunyai air untuk memasak atau bahkan untuk mandi; karena airnya sudah terkontaminasi sepenuhnya. Lahan pertanian kami juga terkena dampak banjir yang terjadi saat ini.”
Lebih lanjut, ia menyoroti kerugian yang dihadapi, “Jika Anda melihat ke sekeliling, Anda akan melihat bahwa di semua area yang airnya meluap, Anda akan melihat tanaman terkena dampaknya. Di antaranya pisang raja, singkong, dan tanaman lain yang kami tanam. Itulah dampak yang kita hadapi saat ini.”
Komunitas Keme-ebiama juga meminta perhatian perusahaan minyak, “Kami menyerukan kepada perusahaan minyak untuk membantu kami. Ini bukan pertama kalinya. Itu sudah terjadi beberapa kali dan ketika kami mengadu ke perusahaan, mereka selalu mengabaikan kami. Tidak ada bahan bantuan, tidak ada apa-apa. Jadi, kami selalu menderita dalam diam.”
Sebagai langkah sementara, masyarakat Keme-ebiama telah memasang penghalang bambu di aliran sungai untuk menghentikan aliran tumpahan minyak. Jaringan Pembela Lingkungan mendesak Oando untuk segera membersihkan minyak mentah yang tumpah dan meminta Badan Nasional Deteksi dan Respons Tumpahan Minyak, bersama pemerintah, untuk memberikan tanggapan yang memadai terhadap situasi ini.
“Masyarakat membutuhkan air yang bersih, bukan minyak mentah yang mencemari sungai. Kami memohon kepada pemerintah dan perusahaan-perusahaan minyak untuk datang dan membantu kami menyelamatkan situasi ini,” tutup Ketua Dewan Keme-ebiama.
Dalam mengatasi berbagai kasus tumpahan minyak, diperlukan peran serta berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan perusahaan jasa penanggulangan tumpahan minyak . Sebagai informasi tambahan di Indonesia terdapat perusahaan yang sangat mumpuni dalam hal penanganan tumpahan minyak untuk menjaga lingkungan laut dari pencemaran. Adalah OSCT Indonesia yang memiliki reputasi sebagai perusahaan profesional dan kompeten dalam menangani tumpahan minyak, dengan menyediakan pelatihan OPRC IMO LEVEL 1, 2, dan 3 yang diakreditasi dan disertifikasi oleh lembaga resmi.
OSCT Indonesia memiliki infrastruktur yang memadai, seperti lebih dari 44.000 meter oil boom dan 122 skimmers, serta 170 responder terlatih yang siap sedia. Pelatihan yang diberikan mencakup berbagai level, mulai dari First Responder yang dilatih untuk merespons insiden dengan efisien hingga Manajer Senior yang mengelola operasi penanggulangan minyak secara keseluruhan. OSCT Indonesia juga telah membuktikan kemampuannya dalam menangani insiden tumpahan minyak, seperti yang terjadi di Balikpapan pada tahun 2018, di mana mereka berhasil menyelesaikan operasi kontainmen dan pemulihan dalam waktu kurang dari dua minggu dengan melibatkan lebih dari 1000 personel dan 60 responden.