Jakarta, Portonews.com – Serangan yang dilancarkan oleh militan Houthi di Laut Merah tidak hanya mengancam pengiriman di jalur air vital, tetapi kini juga menghadirkan ancaman baru, yaitu tumpahan minyak yang dapat menimbulkan bencana lingkungan.
Tenggelamnya kapal Rubymar, yang membawa pupuk dan bahan bakar, menyoroti potensi bahaya konflik ini terhadap beberapa terumbu karang terbesar di dunia dan masyarakat pesisir. Kapal berbendera Belize itu terendam air sejak serangan rudal pertengahan Februari 2023, yang juga menyebabkan tumpahan minyak sepanjang 29 kilometer. Kapal tersebut akhirnya tenggelam akhir pekan lalu.
Sejak November 2023, puluhan kapal telah diserang oleh Houthi sebagai respons atas perang Israel dengan Hamas di Gaza. Meskipun Amerika Serikat dan Inggris telah melancarkan serangan udara, serangan terhadap kapal komersial terus berlanjut.
Rubymar, meskipun kapal pertama yang tenggelam dalam serangan Houthi, menyoroti risiko kecelakaan besar akibat serangan rudal ke arah kapal, termasuk kapal tanker pembawa minyak dalam jumlah besar.
Menurut PBB, Laut Merah adalah pusat keanekaragaman hayati dengan ratusan terumbu karang dan lebih dari seribu spesies ikan. Kelompok lingkungan Greenpeace memperingatkan bahwa tumpahan pupuk menimbulkan “bahaya yang akan segera terjadi” bagi ekosistem laut yang rapuh, seperti dilansir dari laman bloombergtechnoz.com.
“Ini adalah area yang vital bagi para nelayan Somalia, Djibouti, dan Yaman,” kata Riad Kahwaji, kepala Institut Analisis Militer Timur Dekat dan Teluk yang berbasis di Dubai. “Setiap tumpahan minyak atau bahan kimia lainnya dapat berdampak pada mata pencaharian di negara-negara yang sangat miskin ini, dengan dampak jangka pendek dan jangka panjang.”
Pada hari Senin lalu, Organisasi Maritim Internasional menyatakan bahwa mereka sedang bekerja sama dengan mitra untuk mendukung pemerintah Yaman setelah tenggelamnya Rubymar, menyebutnya sebagai “risiko tambahan bagi lingkungan dan keamanan maritim.”
“Untuk mengurangi risiko lingkungan di wilayah Laut Merah, para pembuat kebijakan harus memprioritaskan upaya untuk mengurangi ketegangan dan ketidakstabilan di wilayah tersebut,” kata Julien Jreissati, direktur program untuk Greenpeace MENA.