Alabama, Portonews.com – Departemen Konservasi dan Sumber Daya Alam Alabama (ADCNR) meresmikan dimulainya proyek pemulihan akhir dari Restoration Plan IV untuk menangani kerusakan akibat tumpahan minyak Deepwater Horizon pada 2010. Proyek ini merupakan bagian dari rencana besar yang disetujui oleh Alabama Trustee Implementation Group dalam program Deepwater Horizon Natural Resource Damage Assessment (NRDA).
Sebanyak 11 proyek restorasi pesisir akan dilaksanakan, dengan fokus utama pada pemulihan habitat basah, habitat pesisir, dan habitat perairan dekat pantai, pengurangan nutrisi di perairan tertentu, perlindungan burung, tiram, serta akses rekreasi. Total anggaran proyek ini mencapai $24 juta. Lokasi proyek tersebar di Lower Perdido Islands, perairan Puppy Creek, Juniper Creek, dan Big Creek, proyek perlindungan burung di sepanjang pantai, serta budidaya tiram di perairan Alabama.
Chris Blankenship, Komisaris ADCNR, menyampaikan apresiasinya terhadap seluruh pihak yang terlibat. “Saya menghargai kerja keras Koordinator Deepwater Horizon Alabama, Amy Hunter, bersama timnya dan para trustee NRDA lainnya atas tercapainya rencana ini. Proyek-proyek ini akan melanjutkan upaya restorasi sebelumnya dan memberikan dampak positif bagi pesisir Alabama,” ujarnya seperti dilansir dari 1819news.com.
Rencana ini bertujuan untuk mengembalikan kerusakan ekosistem akibat tumpahan minyak yang terjadi selama 87 hari pada 2010. Saat itu, sebanyak 3,19 juta barel minyak mencemari Teluk Meksiko, mengganggu kehidupan laut, pantai, dan kegiatan rekreasi masyarakat. Selain itu, rencana ini juga sejalan dengan Final Programmatic Damage Assessment and Restoration Plan/Programmatic Environmental Impact Statement (PDARP/PEIS), yang diadopsi oleh para trustee sebagai panduan pemulihan ekosistem secara menyeluruh.
Komitmen ini merupakan bagian dari kesepakatan Consent Decree pada 2016, di mana BP diwajibkan membayar hingga $8,1 miliar untuk kerusakan sumber daya alam. Proyek ini diharapkan tidak hanya memulihkan lingkungan tetapi juga menyediakan peluang rekreasi yang lebih baik bagi masyarakat setempat.
Berita mengenai rencana restorasi akhir akibat tumpahan minyak Deepwater Horizon di Alabama memiliki relevansi penting dengan regulasi di Indonesia, khususnya terkait penanganan tumpahan minyak di laut. Dalam konteks Indonesia, Peraturan Menteri Perhubungan (PM) 58 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan mengatur secara rinci tata cara penanganan tumpahan minyak dan sanksi terhadap pelaku pelanggaran.
Dilansir dari 1819news.com, Jika terjadi tumpahan minyak yang merusak ekosistem laut di Indonesia, PM 58 mewajibkan perusahaan bertanggung jawab untuk menanggulangi pencemaran sesuai prosedur yang ditetapkan. Kegagalan mematuhi aturan ini dapat dikenai sanksi, mulai dari denda hingga pencabutan izin usaha atau operasi. Regulasi ini sejalan dengan prinsip yang diterapkan di Amerika Serikat melalui Natural Resource Damage Assessment (NRDA), yang mengharuskan pihak bertanggung jawab mengembalikan kerusakan lingkungan melalui restorasi.
Selain itu, perusahaan di Indonesia diwajibkan memiliki rencana penanganan tumpahan yang disetujui pemerintah, serupa dengan pendekatan sistematis yang dilakukan Alabama Trustee Implementation Group. Langkah ini bertujuan menjaga keberlanjutan lingkungan laut dan mencegah kerugian ekonomi bagi masyarakat pesisir, sebagaimana yang juga menjadi perhatian utama dalam restorasi di Alabama.
Dengan regulasi seperti PM 58, Indonesia menunjukkan komitmennya dalam menangani dampak tumpahan minyak secara tegas dan terstruktur, memastikan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga.
Catatan
Peristiwa tumpahan minyak seperti yang terjadi di Alabama dan Balikpapan menunjukkan betapa seriusnya dampak lingkungan dan ekonomi akibat pencemaran laut. Penanganan yang efektif membutuhkan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. Di Indonesia, regulasi seperti PM 58 Tahun 2013 memberikan kerangka hukum untuk menangani insiden tumpahan minyak, sementara pelaku industri seperti OSCT Indonesia memainkan peran penting dalam mendukung kesiapan dan respons penanggulangan. Dengan pengalaman luas, fasilitas lengkap, dan pelatihan bersertifikasi internasional, OSCT Indonesia telah membuktikan kemampuannya sebagai mitra strategis dalam menjaga ekosistem laut.
Meningkatkan Sinergi
Pemerintah dan perusahaan swasta seperti OSCT Indonesia perlu memperkuat kerja sama melalui program-program pelatihan berkelanjutan untuk masyarakat dan industri. Ini penting untuk membangun kapasitas lokal dalam menghadapi situasi darurat.
Penerapan Teknologi Modern
OSCT Indonesia dapat terus memanfaatkan teknologi canggih dalam peralatan dan metode respons untuk meningkatkan efisiensi dalam menangani insiden pencemaran.
Penguatan Perencanaan Kontinjensi
Perusahaan di sektor maritim dan energi perlu memastikan Oil Spill Contingency Plan (OSCP) mereka selalu diperbarui dan diuji melalui simulasi rutin, dengan melibatkan OSCT sebagai pelatih dan konsultan.
Edukasi Masyarakat
Edukasi masyarakat pesisir tentang bahaya tumpahan minyak dan langkah-langkah awal yang dapat mereka lakukan sebelum bantuan profesional tiba sangat penting untuk meminimalkan dampak awal.
Komitmen Lingkungan Jangka Panjang
Selain penanggulangan, fokus pada pencegahan melalui perbaikan standar operasi dan investasi pada infrastruktur berkelanjutan perlu menjadi prioritas, sehingga insiden serupa dapat dicegah di masa depan.
Dengan pendekatan komprehensif ini, OSCT Indonesia dapat terus menjadi contoh profesionalisme dalam mendukung kebijakan pemerintah dan menjaga ekosistem laut tetap lestari. (*)