Jakarta, Portonews.com – Kejadian tragis tumpahan minyak di Santa Barbara pada awal 1969 berdampak besar bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Tumpahan minyak terjadi di selat Santa Barbara, dekat kota Santa Barbara di California Selatan, dan menjadi peristiwa tumpahan minyak terbesar ketiga di Amerika Serikat sepanjang sejarah.
Sumber tumpahan minyak berasal dari ledakan yang terjadi pada tanggal 28 Januari 1969, sekitar 6 mil dari pantai di Platform A Union Oil di ladang minyak lepas pantai Dos Cuadras. Dalam waktu sepuluh hari setelah ledakan, diperkirakan sebanyak 80.000 hingga 100.000 barel minyak mentah telah tumpah ke selat Inggris dan mencemari pantai Santa Barbara County di California Selatan, mengotori garis pantai dari Goleta hingga Ventura, serta pantai di sekitar kepulauan Channel utara. Dampaknya tidak hanya terasa di daratan, tetapi juga sangat merugikan kehidupan laut di selat Inggris, dengan ribuan burung laut dan berbagai hewan laut lainnya menjadi korban.

Peristiwa ini mendorong keinginan John McConnell, seorang aktivis perdamaian, untuk membuat gagasan sebuah hari yang didedikasikan untuk memperingati bumi. Usulan ini muncul dalam sebuah konferensi UNESCO pada 21 Maret 1970, yang kemudian disetujui oleh Sekretaris Jenderal PBB saat itu.
Sebulan kemudian, Senator AS Gaylord Nelson bersama para aktivis meluncurkan Earth Day atau Hari Bumi. Nelson, yang juga seorang pengajar dan advokat lingkungan, bersama Denis Hayes, seorang aktivis lulusan Harvard, mengoordinasikan kegiatan. Sekitar 20 juta orang berpartisipasi dalam kegiatan, menjadikannya sebagai salah satu aksi protes terbesar dalam sejarah.
Sejak 1990, Hari Bumi diperingati secara global pada tanggal 22 April setiap tahunnya, melibatkan 192 negara. Di Indonesia, pemerintah secara resmi memperingati Hari Bumi sejak 2009, sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dan alam.