Jakarta, Portonews.com – Sungai Singgersing di Kota Subulussalam, Aceh, kini menghadapi masalah serius akibat pencemaran yang diduga berasal dari aktivitas land clearing perusahaan sawit. Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Ahmad Salihin, yang akrab disapa Om Sol, menyampaikan kekhawatirannya dalam pernyataan di Banda Aceh, Senin (20/05) lalu.
Menurut Om Sol, pencemaran ini baru terjadi dalam dua bulan terakhir. Sungai kini dipenuhi potongan kayu yang hanyut dari hulu serta air keruh bercampur lumpur. Aktivitas land clearing, yang melibatkan pembersihan dan penyiapan lahan, diduga menjadi penyebab utama.
“Informasi yang kami peroleh menunjukkan bahwa pencemaran terjadi akibat aktivitas land clearing perusahaan sawit yang sedang membuka lahan di sana,” ujar Om Sol.
Pencemaran ini mengancam keselamatan warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai dan berdampak pada nelayan. Bongkahan kayu yang hanyut menyulitkan nelayan untuk memasang bubu atau jaring, sehingga mengganggu mata pencaharian mereka.
Selain itu, aktivitas land clearing menyebabkan air sungai sering meluap, merendam rumah warga dan menimbun kebun mereka dengan lumpur. Banyak kebun mengalami gagal panen, memperburuk kondisi ekonomi warga setempat.
Pemantauan oleh tim Geographic Information System (GIS) Walhi Aceh menunjukkan bahwa dalam periode Januari-April 2024, telah terjadi pembukaan lahan seluas 1.767,35 hektare, dengan 26 hektare di antaranya berada dalam kawasan hutan lindung. Pada tahun 2023, kondisi tutupan hutan di wilayah tersebut masih baik.
“Temuan data oleh Tim GIS ini sudah sangat jelas. Sungai Singgersing tercemar selama proses land clearing perkebunan sawit, karena sebelumnya tidak ada temuan seperti itu,” jelas Om Sol seperti dilansir dari laman Antara.
Perangkat gampong Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat, Subulussalam telah menyurati Pj Walikota dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Subulussalam terkait dugaan pencemaran ini. Surat yang ditandatangani oleh Kepala Desa Singgersing, Kepala Mukim Batu-Batu, dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya disampaikan pada 8 Mei 2024. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut atas laporan tersebut.
Om Sol menekankan bahwa dampak land clearing tidak hanya mempengaruhi kualitas sungai, tetapi juga mengancam objek wisata Silangit-Langit. Oleh karena itu, Walhi Aceh mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) dan Pemerintah Kota Subulussalam untuk segera memeriksa proses land clearing oleh perusahaan sawit tersebut.
“Keberadaan perkebunan sawit tidak boleh merugikan pihak lain, termasuk merusak ekosistem yang seharusnya dilindungi, terutama objek wisata. Jangan demi pengusaha sawit, ekosistem dirusak dan perekonomian warga dikorbankan,” tegas Om Sol.
Pencemaran Sungai Singgersing akibat aktivitas land clearing perusahaan sawit merupakan ancaman serius bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. WALHI Aceh terus memperjuangkan agar tindakan segera diambil untuk menghentikan pencemaran dan menjaga kelestarian alam Aceh. Semoga upaya ini mendapatkan respon cepat dan tepat dari pihak berwenang.