Jakarta, Portonews.com – Pemerintah terus mendapat desakan dari berbagai pihak, termasuk para pakar kelautan, untuk mencabut kebijakan yang kembali membuka ekspor pasir laut. Kebijakan ini dinilai berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang bersifat permanen.
Rignola Djamaludin, seorang pakar kelautan dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), menegaskan bahwa dampak pengerukan pasir laut dalam jumlah besar tidak hanya akan menghancurkan ekosistem laut, tetapi juga merusak wilayah pesisir dan mengancam kehidupan nelayan di masa depan. “Kerusakannya sangat variatif,” kata Rignola. “Mulai dari kerusakan habitat organisme laut, abrasi di wilayah pesisir, hilangnya pulau-pulau kecil, hingga hilangnya mata pencaharian nelayan.”seperti dilansir dari laman BBC ( 16/9 ).
Dampak langsung dari pengerukan pasir laut sudah dirasakan oleh keluarga nelayan di Jepara, Jawa Tengah. Seorang anggota keluarga nelayan di sana mengaku bahwa hasil tangkapan ikan menurun drastis sejak pengerukan dimulai. Akibatnya, banyak keluarga nelayan terpaksa harus berutang untuk bertahan hidup.
Menanggapi kritik ini, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto, menjelaskan bahwa ekspor pasir laut hanya diperbolehkan jika kebutuhan material dalam negeri telah terpenuhi. Ekspor pasir laut dilakukan dengan syarat tidak menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir. Ia juga menyebutkan bahwa ada 66 perusahaan yang telah diverifikasi dan dievaluasi untuk mengelola hasil sedimentasi laut, namun tetap menekankan pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan.
Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional sangat kritis terhadap kebijakan ini. Mereka menilai keputusan Presiden Joko Widodo untuk membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun ditutup merupakan langkah yang membahayakan lingkungan, khususnya pulau-pulau kecil di Indonesia yang terancam tenggelam akibat perubahan iklim. Dalam sebuah utas di akun X resmi mereka, Walhi menyatakan, “Kenapa kita semua harus menangis ketika keran ekspor pasir laut dibuka?”
Dalam unggahannya pada Senin (16/9), akun @walhinasional menyebut bahwa krisis iklim yang terjadi saat ini akan semakin diperparah dengan aktivitas tambang pasir laut, mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil di Indonesia.
Dengan kondisi yang semakin mengkhawatirkan, para pakar, aktivis lingkungan, dan nelayan lokal meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan ini sebelum dampaknya menjadi lebih parah dan tidak dapat dipulihkan.