Jakarta, Portonews.com – Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, bersama dengan Pemerintah Australia yang diwakili oleh Australian Maritime Safety Authority (AMSA), telah menjalin kerja sama strategis untuk mencegah pencemaran laut lintas batas akibat tumpahan minyak.
Dalam pernyataannya, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub, Lollan Panjaitan mengungkapkan bahwa “Melalui kerja sama ini, kedua negara dapat membentuk dan memperkuat kerja sama internasional yang saling menguntungkan dalam hal kesiapsiagaan dalam penanggulangan pencemaran akibat tumpahan minyak laut,” Rabu (21/8) di Jakarta
Kesepakatan antara kedua negara tersebut diresmikan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) serta Standard Operating Procedure (SOP) terkait Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Laut Lintas Batas Negara. Penandatanganan MoU dilakukan secara simbolis oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, Jon Kenedi, dan CEO AMSA, Mick Kinley. Sementara itu, SOP ditandatangani oleh Jon Kenedi bersama Executive Director of Response AMSA, Mark Morrow. Acara ini turut disaksikan oleh Transport Counsellor Australian Embassy, Michelle La Rue, di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan.
“Penandatanganan MoU dan SOP itu merupakan perwujudan kerja sama bilateral yang kuat antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia dalam menjaga dan menanggulangi pencemaran lingkungan laut, khususnya pada insiden darurat tumpahan minyak di laut,” ucap Lollan, seperti dilansir dari laman resmi dephub.go.id.
Sementara itu, Jon Kenedi menambahkan bahwa kerja sama ini mencerminkan komitmen bersama untuk memastikan keamanan dan kebersihan laut. Menurutnya, melalui MoU tersebut, kedua negara bersepakat untuk mengintegrasikan standar internasional dalam keselamatan pelayaran serta pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan.
“Serta mendorong adanya bantuan yang saling menguntungkan dalam mempersiapkan, mengendalikan dan menanggulangi kejadian pencemaran tumpahan minyak di laut,” terang Jon.
Selain itu, MoU ini membuka peluang pertukaran informasi antara kedua negara terkait perencanaan dan penanganan tumpahan minyak, serta membangun prosedur operasi bersama dalam menanggulangi pencemaran. Kesepahaman juga dicapai mengenai prinsip-prinsip tanggung jawab dan kompensasi atas insiden pencemaran tersebut.
Jon Kenedi juga menyoroti bahwa penyusunan MoU dan SOP ini merupakan hasil dari kerja sama erat antara Indonesia dan Australia. Ia optimistis bahwa kesepakatan ini akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak dan menandai dimulainya tindakan konkret yang akan menghasilkan dampak positif bagi lingkungan laut.
“Saya berharap penandatanganan ini menandai dimulainya tindakan konkret dan kolaborasi lebih lanjut antara kedua belah pihak. Mari kita bekerja sama untuk memastikan bahwa semua yang telah kita sepakati berhasil dilaksanakan dan menghasilkan hasil positif,” pungkas Jon.
Sebagai informasi, dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 58 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan, pada BAB III PROSEDUR Pasal 5, berbunyi:
(1) Prosedur scbagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. prosedur penanggulangan pencemaran tier 1;
b. prosedur penanggulangan pencemaran tier 2; dan
c. prosedur pcnanggulangan pencemaran tier 3.
(2) Setiap unit kegiatan lain dan pclabuhan wajib memiliki prosedur penanggulangan pencemaran tier 1.
(3) Prosedur penanggulangan pencemaran tier 2 dan prosedur penanggulangan pencemaran tier 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disesuaikan dengan kondisi dan tingkat pencemaran bcrdasarkan peraturan perundangundangan.
(4) Prosedur penanggulangan pencemaran tier 1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan pada penanggulangan pencemaran yang terjadi di perairan dan atau pelabuhan yang bersumber dari kapal, unit kegiatan lain, dan kegiatan kepelabuhanan yang mampu ditangani oleh personil, peralatan, dan bahan yang tersedia pada unit kegiatan lain dan pelabuhan.
(5) Prosedur penanggulangan pencemaran tier 2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan pada penanggulangan pencemaran yang terjadi di perairan dan atau pelabuhan yang bersumber dari kapal, unit kegiatan lain, dan kegiatan kepelabuhanan yang tidak mampu ditangani oleh personil, peralatan, dan bahan yang tersedia pada unit kegiatan lain dan pelabuhan berdasarkan tingkatan tier 1.
(6) Prosedur penanggulangan pencemaran tier 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilaksanakan pada penanggulangan peneemaran yang terjadi di perairan dan atau pelabuhan yang bersumber dari kapal, unit kegiatan lain, dan kegiatan kepelabuhanan yang tidak mampu ditangani oleh personil, peralatan, dan bahan yang tersedia di suatu wilayah berdasarkan tingkatan tier 2 atau menyebar melintasi batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jadi, langkah pemerintah dengan menjalin kerja sama dengan Australia dalam menanggulangi pencemaran termasuk insiden darurat tumpahan minyak di laut pun sesuai dengan perundang-undangan yang ada.
Disamping itu, untuk mengatasi peristiwa tumpahan minyak di perairan memang dibutuhkan peran serta berbagai pihak, tidak hanya dari pemerintah atau lembaga, melainkan juga masyarakat dan stakeholder lainnya seperti perusahaan jasa penanggulangan tumpahan minyak.
Oil Spill Combat Team (OSCT) Indonesia adalah salah satunya. Perusahaan ini memberikan pelatihan penanggulangan tumpahan minyak OPRC IMO LEVEL 1, 2 dan 3 diakreditasi oleh Nautical Institute dan disertifikasi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Indonesia sesuai Standar OPRC IMO dengan harga yang kompetitif di Indonesia dan di seluruh Dunia.
OSCT INDONESIA mampu menyelenggarakan Pelatihan IMO Level 1, 2, 3 dan HNS (Hazardous and Nuxious Substances) yang terakreditasi. Berikut adalah pelatihan yang diberikan OSCT Indonesia dalam menanggulangi pencemaran minyak.
Pada IMO Level 1, dimana First Responder yakni staf operasional penanggulangan dan kesiapsiagaan tumpahan minyak bertugas memberikan peserta keterampilan dan pengetahuan untuk bertindak sebagai responder yang efisien.
Kemudian, mengembangkan dan memelihara kemampuan yang kredibel untuk menangani keadaan darurat polusi minyak dan memfasilitasi kerja sama dan bantuan timbal balik jika terjadi insiden besar. Termasuk juga kemampuan untuk menggunakan peralatan tumpahan minyak lepas pantai dan darat dengan aman, serta kemampuan untuk memilih peralatan penanggulangan tumpahan minyak yang tepat berdasarkan peraturan dan Oil Spill Contingency Plan (OSCP).
Selanjutnya, IMO Level 2, Staf Operasional Supervisor dan Command Center mengawasi operasi dan perencanaan penanggulangan tumpahan minyak. Tidak hanya itu, dia juga memahami elemen-elemen kunci dan tantangan-tantangan dalam memerangi tumpahan minyak menggunakan riwayat kasus.
Hal terpenting lainnya adalah memahami peran utama Supervisor/Komandan di tempat kejadian. Lalu, memiliki kemampuan untuk mempersiapkan, mengelola atau mengambil bagian dalam latihan dan perencanaan penanggulangan tumpahan minyak, dan emampuan untuk mengawasi dan bekerja di pusat komando darurat untuk memerangi tumpahan minyak.
Terakhir, IMO Level 3, dalam hal ini Administrator dan Manajer Senior melatih staf untuk menjadi landasan dalam melakukan dan mengelola respons efektif terhadap tumpahan minyak. Mereka juga memberikan gambaran keberhasilan manajemen penanggulangan tumpahan minyak.
Selanjutnya, mengembangkan pengetahuan tentang perencanaan kontinjensi dan mengelola operasi pemberantasan tumpahan minyak, membangun kesadaran akan tanggung jawab yang kompleks, serta belajar dari insiden tumpahan minyak di masa lalu dan menggunakannya untuk mengelola operasi.
OSCT Indonesia merupakan pusat penanggulangan tumpahan minyak dan bahan kimia dengan enam pangkalan di seluruh Indonesia dan basis operasi di Malaysia, Thailand dan India. Perusahaan ini memiliki oil boom yang terbentang lebih dari 44.000 meter, 122 skimmers, dan didukung oleh 170 responder terlatih dan berpengalaman dalam menangani tumpahan minyak.
Di tahun 2018, saat terjadi bencana tumpahan minyak Balikpapan, OSCT Indonesia melakukan operasi kontainmen dan pemulihan setiap harinya selama 24 jam terus-menerus, diselesaikan kurang dari dua minggu dengan lebih dari 1000 personel dari perusahaan di kawasan dan pemangku kepentingan pemerintah dan 60 responden OSCT.
Pentingnya menjaga lingkungan dari pencemaran menjadi tugas bersama, tidak hanya pemerintah, melainkan juga melibatkan banyak pihak. Dan satu hal terpenting adalah adanya pelatihan untuk bisa menanggulangi pencemaran minyak dan bahan kimia di laut.