Jakarta, Portonews.com – Penyaluran dana kompensasi bagi 15.483 petani rumput laut di Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menuai kontroversi. Meskipun dana sebesar Rp2,02 triliun telah disalurkan, banyak petani mengeluhkan ketidakadilan dalam pembagian dana tersebut.
Keputusan pengadilan federal Australia menyebutkan bahwa dana kompensasi dibagi sebagai berikut: 30% untuk donatur Harbour Litigation, 17% untuk kantor pengacara Maurice Blackburn, dan 53% atau sekitar Rp1,70 triliun untuk 15.483 petani. Namun, pembagian tersebut dinilai tidak adil oleh sejumlah pihak.
Sadli H Ardani, seorang petani rumput laut dari Desa Papela, Kabupaten Rote Ndao, menyatakan bahwa kompensasi yang diterima petani tidak sesuai dengan keputusan pengadilan. Ardani menambahkan, jika pengacara bersikap adil, mereka seharusnya menghitung seluruh hasil produksi petani dan menentukan harga per kilogram yang tepat, seperti dilansir dari laman antaranews.com
“Menurut kami kalau memang pengacara berlaku adil maka, mereka harus menjumlahkan seluruh hasil produksi dari 15.483 petani dan berjumlah berapa ratus juta kilogram,” ujarnya.
Tiga desa yang pertama kali terkena dampak pencemaran laut Timor, yaitu Desa Daiama, Desa Tenalai, dan Desa Pukuafu, menerima harga kompensasi yang jauh lebih rendah dibanding desa lain. Di desa-desa ini, harga kompensasi hanya Rp11.300 per kilogram, sementara desa lain seperti Desa Tesabela menerima Rp37 ribu per kilogram, dan Desa Matasio Rp33 ribu per kilogram. Ada juga desa yang menerima hingga Rp43 ribu per kilogram.
“Padahal gugatan class action yang kemudian dimenangkan dilakukan secara bersama-sama, artinya tergabung dalam satu paket gugatan yang terdiri dari dua kabupaten, 81 desa dengan jumlah petaninya 15.483 orang,” tambah Ardani.
Yayasan Peduli Timor Barat yang telah mengawal kasus ini sejak awal mendesak pihak kepolisian untuk memeriksa 81 kepala desa yang diduga terlibat dalam penyelewengan dana kompensasi tersebut. Selain itu, laporan juga telah dikirimkan ke New South Wales (NSW) Legal Services Commissioner.
Dengan adanya dugaan penyelewengan, petani rumput laut di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao melaporkan kasus ini ke Polda NTT. Mereka menuduh kantor pengacara Maurice Blackburn, yang berbasis di Sydney, Australia, terlibat dalam ketidakadilan penyaluran dana kompensasi tersebut.
Sadli H Ardani berharap melalui surat terbukanya kepada Bupati Rote Ndao, pendistribusian dana ganti rugi Montara bisa dilakukan dengan lebih adil, terutama bagi desa-desa yang memang terdampak langsung oleh pencemaran laut Timor.
Kasus pencemaran laut Timor akibat meledaknya kilang minyak Montara pada 2009 ini telah berlangsung lama, dan para petani berharap keadilan segera ditegakkan agar mereka mendapatkan kompensasi yang layak sesuai dengan kerugian yang mereka alami.