Jakarta, Portonews.com – Dalam sebuah pernyataan yang mengungkapkan kekhawatiran akan dampak perubahan iklim, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo menegaskan bahwa 99 persen bencana yang terjadi di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi, yang berhubungan langsung dengan kondisi cuaca dan iklim. “99 persen bencana yang ada di Indonesia adalah bencana hidrometeorologis, yang merupakan bencana-bencana yang ada hubungannya dengan iklim, cuaca, seperti banjir, abrasi pantai, hingga kekeringan,” ungkapnya di Jakarta pada Senin (14/10), seperti dilansir laman antara.com.
Agus menekankan pentingnya peran masyarakat dalam upaya pencegahan bencana alam, terutama mengingat bahwa bencana hidrometeorologi memiliki dampak yang semakin memburuk jika dibiarkan. Salah satu contoh nyata adalah abrasi pantai, yang mengancam keberadaan pulau-pulau kecil di Indonesia. “Abrasi pantai termasuk pulau-pulau yang hilang tadi, itu adalah masalah-masalah ke depan yang harus kita hadapi dari sisi bencana hidrometeorologi,” lanjutnya.
Dampak perubahan iklim tidak hanya dirasakan di pesisir, tetapi juga di daerah pertanian. Agus mengungkapkan, di Papua Tengah, fenomena suhu dingin ekstrem menyebabkan kegagalan panen akibat tanaman membeku. “Di Papua Tengah itu ada kekeringan, karena suhunya terlalu dingin sehingga produk pertanian tidak bisa panen karena kedinginan, alias beku semua,” jelasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, BNPB tengah bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pembangunan gudang logistik di wilayah tersebut. “Kami membangun gudang untuk mendekatkan jika nanti terjadi masalah, kita sudah punya dan dekat. Jadi BNPB itu sekarang, BNPB tangani bencana termasuk bencana kelaparan juga, bencana COVID juga waktu itu ya, termasuk bencana rabies, termasuk musuh lahan pertanian, dan sebagainya,” tegas Agus.
Di sisi lain, bencana geologi yang diakibatkan oleh aktivitas tektonik dan vulkanik hanya menyumbang satu persen dari total bencana di Indonesia. Meski jumlahnya kecil, dampak yang ditimbulkan sering kali sangat fatal. Agus menyebutkan contoh bencana gempa bumi di Cianjur yang menyebabkan 600 orang meninggal dan 60.000 rumah hancur. “Bencana ini kalau terjadi itu sangat fatal,” tambahnya.
Kekhawatiran akan dampak bencana ini tidak hanya terletak pada jumlah korban jiwa, tetapi juga pada lama waktu yang diperlukan untuk memulihkan wilayah yang terkena dampak serta besarnya anggaran yang diperlukan. Dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana, penting bagi semua pihak untuk bersinergi dalam upaya mitigasi dan penanggulangan bencana di Indonesia.