Jakarta, Portonews.com – Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Vivi Yulaswati menyatakan peran bisnis dalam pelaksanaan ekonomi hijau harus bergerak pada aksi-aksi nyata. Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2024 yang dipantau secara virtual, Jakarta, Senin (29/7).
“Tren-trennya mulai dari reduce food loss and waste (mengurangi sisa dan susut pangan), kemudian ada standardized sustainable materials (bahan berkelanjutan yang terstandarisasi). Kemudian juga tentu banyak hal dari sisi perusahaan, penerapan ESG (Environmental, Social, and Governance), tentunya ini akan membentuk pasar sesuai dengan demand (permintaan) yang ada, baik itu global maupun juga di domestik yang sekarang juga arahnya adalah produk-produk berkelanjutan, sekaligus kita juga bisa mengurangi triple planetary crisis (krisis iklim, polusi dan ancaman hilangnya keanekaragaman hayati),” ungkap dia.
Vivi mengatakan bahwa keterkaitan antara sektor industri dengan Sustainable Development Goals (SDGs) sudah banyak dipetakan, salah satunya adalah implementasi ESG berdasarkan standar-standar yang ada. Industri perlu mendorong bagaimana cara menerapkan ESG, yakni memenuhi berbagai Standar Operasional Prosedur (SOP), Key Performance Indicator (KIP), guidelines (panduan), lalu memonitor implementasi, hingga mengevaluasi dampak ESG.
Ada sejumlah peran pemerintah untuk mendorong partisipasi sektor swasta dalam pendanaan iklim. Mulai dari memperkuat regulasi terkait investasi hijau yang dilengkapi dengan kriteria jelas dan aspek lingkungan terukur, menyiapkan skema pendanaan inovatif (blended finance) dan insentif (fiskal serta non fiskal) untuk investasi hijau, mendorong instrumen de-risking dan penjaminan untuk meningkatkan bankability serta daya saing sektor hijau, serta mendorong indeks hijau agar semakin berkembang di lantai bursa guna menarik minat investor.
Beberapa contoh insentif fiskal dan fasilitasi bagi green investment (investasi hijau) adalah tax allowance dan yang memberikan pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) bersih selama enam tahun sebesar 5 persen per tahun atau 30 persen dari nilai investasi, pembebasan bea masuk, lalu tax holiday atau keringanan pajak selama 5-20 tahun dengan minimal investasi Rp500 miliar.
Kemudian juga penerapan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) 0 persen untuk electric vehicle (EV), dan pemberian insentif curah sebesar Rp715/kWh untuk Badan Usaha Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Adapun pengembangan alternatif dan inovasi mekanisme pembiayaan untuk mencapai target SDGs dan transisi ekonomi hijau dengan melibatkan swasta ialah Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Hijau – Public Private Partnership (PPP), corporate social responsibility (CSR), SDG Financing Hub, Dana Amanah untuk Iklim, Debt for Nature Swap (pengalihan hutang yang digunakan untuk membiayai program konservasi keanekaragaman hayati dan hutan tropis), faith-based fund (pendanaan berbasis nilai-nilai agama atau kepercayaan tertentu), hingga Transfer Anggaran Provinsi, Kabupaten, dan Desa Berbasis Ekologi (TAPE/TAKE).
“Intinya adalah bahwa kita terus bergerak, melengkapi ekosistem yang ada untuk mendorong ekonomi hijau,” kata Vivi. – ANTARA