Jakarta, Portonews.com – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengusulkan agar sejumlah lokasi yang berpotensi digunakan untuk penyelundupan satwa diawasi dengan anjing pelacak. Salah satu lokasi yang disarankan adalah Sorong, pelabuhan terakhir di Papua.
“Di Sorong dan Halmahera saya minta juga ada anjing pelacak sebagai upaya pengagalan penyelundupan satwa. Selamatkan satwa kita, satwa adalah aset bangsa,” kata Menhut melalui keterangan yang dilansir dari laman ANTARA, Senin (16/12/2024).
Saat melakukan kunjungan kerja ke Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki di Kota Bitung, Sulawesi Utara, Raja Juli Antoni menyoroti langkah-langkah untuk mencegah penyelundupan satwa. Ia juga melihat kemampuan dua ekor anjing pelacak yang biasa digunakan untuk mendeteksi upaya penyelundupan. Salah satu anjing tersebut adalah jenis german shepherd.
Selama lima tahun terakhir, Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki telah menggagalkan penyelundupan 11 burung, 44 mamalia, dan 4 reptil di wilayah Bitung, Manado, dan Gorontalo. Selain itu, 683 satwa berhasil diselamatkan, baik dari rumah warga maupun pelabuhan.
Berdasarkan data yang dimiliki, Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki telah melakukan patroli setiap bulan Desember selama tiga tahun terakhir. Hasilnya, peredaran daging satwa liar dari berbagai provinsi di Sulawesi menuju Sulawesi Utara mengalami penurunan. Beberapa jenis daging satwa yang sering dijual di pasar mencakup daging babi hutan, kelelawar, biawak, dan ular piton.
Dalam kesempatan yang sama, CEO Yayasan Masarang sekaligus Manager Program Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki, Billy Gustafianto, menjelaskan bahwa penyelundupan satwa sering dilakukan dengan berbagai cara.
“Modusnya banyak penyelundupan satwa. Rata-rata kematian satwa karena tingkat penyelundupan. Penyelundupan burung biar ‘nggak’ bersuara bisanya disiram air gula, burung yang diselundupkan,” jelasnya.
Billy juga menyebutkan bahwa Tasikoki telah berhasil mengembalikan 148 ekor burung ke habitat aslinya di Papua Barat. Ia menambahkan bahwa satwa yang diselamatkan akan menjalani proses rehabilitasi terlebih dahulu sebelum dilepasliarkan kembali ke alam.
“Kakatua koki sudah kita kembalikan ke Papua. Tidak semua satwa bisa dilepasliarkan, contohnya yang punya perilaku menyimpang, tidak bisa terbang lagi,” katanya