Jakarta, Portonews.com – Sebanyak 32 organisasi masyarakat sipil internasional mengirimkan surat publik kepada Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) mendesak agar keanggotaan Astra Agro Lestari (AAL), perusahaan kelapa sawit terbesar kedua di Indonesia, ditunda, Kamis (25/7). Desakan ini muncul setelah AAL mengajukan permohonan resmi untuk keanggotaan RSPO dua minggu lalu dan mendapat “dukungan penuh” dari RSPO.
Dikutip dari siaran pers Walhi, kelompok masyarakat sipil dalam suratnya meminta RSPO untuk menghentikan keanggotaan AAL sampai konflik lahan di Sulawesi, Indonesia terselesaikan, dan masyarakat menerima ganti rugi atas dampak operasional AAL. Mereka juga mendesak adanya proses untuk memastikan masyarakat dapat memberikan atau menolak persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (FPIC), serta investigasi terhadap penyimpangan perizinan AAL oleh pemerintah Indonesia.
“AAL tidak bisa menyembunyikan perampasan tanah, kriminalisasi, dan perusakan lingkungan di balik keanggotaan RSPO,” kata Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan di WALHI (Friends of the Earth Indonesia). “Masyarakat yang berada di garis depan operasi destruktif AAL tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan, termasuk pengembalian tanah yang diambil oleh perusahaan tanpa persetujuan.”
Surat tersebut datang sebulan setelah laporan dari Friends of the Earth yang merinci pelanggaran AAL, seperti penanaman ilegal dan intimidasi terhadap pembela hak asasi manusia lingkungan. Laporan tersebut membuat sejumlah perusahaan besar menghentikan kerja sama dengan AAL.
Gaurav Madan dari Friends of the Earth AS menyatakan, “Pengajuan AAL ke RSPO bukanlah hal yang mengejutkan, mengingat ketidakpatuhan terhadap standar RSPO bersifat sistematis dan tersebar luas di kalangan anggota. Memberikan keanggotaan RSPO kepada AAL berarti melemahkan tuntutan masyarakat akan keadilan dan semakin melemahkan RSPO.”
Para aktivis juga meminta pemerintah Indonesia untuk menyelidiki operasi ilegal AAL dan memfasilitasi pengembalian tanah yang diambil tanpa persetujuan masyarakat. Selain itu, mereka menyoroti pentingnya penerapan kebijakan Peraturan Deforestasi Eropa (EUDR) untuk memastikan rantai pasok bebas dari deforestasi.
“Sudah diketahui secara luas bahwa skema keberlanjutan sukarela dan komitmen tertulis merupakan solusi yang salah sebab telah gagal menghilangkan deforestasi dan pelanggaran hak asasi manusia yang rutin dilakukan oleh perusahaan industri agribisnis,” kata Danielle van Oijen dari Milieudefensie (Friends of the Earth Belanda). “Kita perlu segera mengatur pemodal yang mendanai deforestasi dan meningkatkan promosi solusi nyata seperti agro-ekologi dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat.”