Jakarta, Portonews.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan harga obat di Indonesia bisa tiga hingga lima kali lebih mahal dari Malaysia, salah satunya karena inefisiensi perdagangan.
Hal itu disampaikan Budi usai mengikuti rapat internal dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/7), yang membahas tentang industri alat kesehatan dan obat-obatan.
“Tadi disampaikan bahwa perbedaan harga obat itu 3 kali, 5 kali dibandingkan dengan di Malaysia misalnya. 300 persen kan, 500 persen,” kata Budi.
Menkes mengatakan mahalnya harga obat di Indonesia, tidak serta merta disebabkan oleh pajak, melainkan ada inefisiensi perdagangan.
“Pajak kan gampangnya paling berapa, pajak kan 20 persen, 30 persen, nggak mungkin, bagaimana menjelaskan bedanya 300 persen, 500 persen. Sesudah kita lihat ada itu tadi, inefisiensi dalam perdagangannya, jual belinya, banyaklah masalah tata kelola, pembeliannya,” ujar Budi.
Oleh karena itu, lanjut Menkes, perlu ada tata kelola lebih transparan untuk mencari kombinasi yang semurah mungkin bagi pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan.
Dia juga akan berbicara dengan produsen alat kesehatan dalam negeri serta asosiasi farmasi untuk mencari solusi.
Hal ini karena Presiden Joko Widodo meminta jajaran anggota kabinet memastikan harga alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan dapat ditekan turun agar setara dengan negara-negara lain.
“Beliau minta harga alkes dan obat itu sama dong dengan negara-negara tetangga. Kan kita harga alkes dan obat mahal,” kata Budi.
Budi menyampaikan Presiden juga berpesan agar industri alat kesehatan dan obat-obatan dalam negeri dapat dibangun agar lebih tangguh, terutama jika terjadi pandemi kembali di masa-masa mendatang.
“Jadi tadi dibahas satu-satu kenapa obat dan alkes tinggi. Kami kasih masukan mungkin dari sisi jalur perdagangan kita ada inefisiensi dan tata kelola perlu lebih transparan dan terbuka, sehingga tidak ada peningkatan harga yang tidak perlu dalam pembelian alkes dan obat,” jelasnya.
Dalam rapat tersebut, kata Budi, turut dibahas mengenai pajak industri kesehatan. Menurut Budi, pemerintah tengah berupaya agar pajak industri kesehatan bisa lebih efisien dan sederhana tanpa mengganggu pendapatan pemerintah.
Rapat juga membahas koordinasi antara kementerian teknis dalam mendesain ekosistem manakala ada industri yang tengah didorong.
“Misal kita beli 10.000 USG, kita ingin pabrik USG di kita dong. Nah padahal bea masuk USG nol persen kalau impor, tapi kalau kita ada pabrik dalam negeri, beli komponen layar elektronik, bahan baku, malah dikenakan bea masuk 15 persen. Ini kan ada inkonsistensi,” jelasnya. – (ANTARA)