Jakarta, Portonews.com-Penyakit batu ginjal seringkali banyak ditemukan ditengah masyarakat. Umumnya penyakit ini disebabkan kekurangan cairan minuman yang masuk ke ginjal.
Prof. Dr. dr. Nur Rasyid, SpU-K, dalam acara Media Briefing dengan tema “Siloam Hospitals ASRI: Mengatasi kasus batu ginjal yang sulit dengan Retrograde Intrarenal Surgery, di Jakarta, (5/6/2024) mengatakan, penderita batu ginjal sering kali tidak merasakan adanya gejala atau keluhan. Oleh sebab itu, tanpa disadari batu ginjal bisa menjadi besar.
“Beberapa gejala yang sering dirasakan oleh penderita batu ginjal yaitu nyeri pinggang yang hilang timbul meskipun tidak melakukan gerakan berlebih, kencing berwarna kemerahan atau kencing darah, kencing keruh berpasir atau keluar batu kecil, dan bila terjadi infeksi akan menyebabkan demam serta nyeri saat berkemih,” katanya.
Prof. Dr. dr. Nur Rasyid, SpU-K menambahkan, faktor risiko lainnya yaitu dehidrasi atau tubuh kurang cairan, apalagi bagi orang yang tinggal di iklim hangat dan kering sehingga mereka cenderung berkeringat dan malah banyak mengeluarkan cairan. Mengonsumsi makanan yang tingkat protein, natrium (garam) dan gula berlebihan dapat meningkatkan risiko beberapa jenis batu ginjal. Berikutnya, mereka yang obesitas, memiliki penyakit pencernaan, pernah melakukan prosedur pembedahan sebelumnya, atau kondisi medis lain seperti asidosis tubulus ginjal, sistinuria, hiperparatiroidisme, dan infeksi saluran kemih berulang, sering mengonsumsi suplemen dan obat-obatan tertentu, juga memperbesar risiko terjadinya batu ginjal ini,
Namun, kini dengan metode Retrograde intrarenal Surgery (RIRS), kasus batu ginjal dapat teratasi dengan baik, terlebih lagi pada kasus batu ginjal dengan ukuran besar, batu yang terlalu keras dan yang sulit dijangkau tanpa operasi.
Metode RIRS yang dilakukan oleh RS Siloam Hospitals ASRI ini, menjadi salah satu inovasi yang memberikan keuntungan, khususnya bagi pasien, karena prosedurnya dilakukan lebih cepat, tidak meninggalkan bekas luka pada tubuh pasien, pemulihan lebih cepat, minim rasa nyeri, dan risiko infeksi lebih rendah dibanding metode bedah terbuka.
Pada dasarnya, lanjut Prof. Dr. dr. Nur Rasyid, SpU-K, RiRS adalah prosedur penghancur batu ginjal dengan menggunakan laser. Sebelum dilakukan prosedur RIRS, pasien harus menjalani pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu, dilanjutkan pemeriksaan dengan CT scan, Pemeriksaan menggunakan CT scan saat ini sudah mullah dijangkau dan menjadi standar pemeriksaan batu saluran kemih. Selain mengetahui letak dan ukuran hatu, informasi tambahan penting adalah kekerasan batu dengan satuan HU (Hounsefield Unit).
“Dalam memilih prosedur RIRS, dokter akan mempertimbangkan faktor-faktor seperti ukuran dan jenis batu, serta kondisi kesehatan umum pasien. Informasi kekerasan batu merubah algoritma dan anjuran dokter spesialis urologi dalam penanganan batu saluran kemih, dimana penggunaan ESWL semakin terbatas, karena batu dengan kekerasan lebih dari 1000 Hounsfield Unit (HU), tidak disarankan lagi meskipun ukurannya tidak besar, RIRS dapat dilakukan pada batu ginjal berukuran kurang dari 3 cm, batu dengan kekerasan tinggi (kekerasan batu lebih dari 1000 HU),” terangnya.
la menekankan, “Adanya Flexible URS single Use, menjadi pilihan terapi yang cepat berkembang karena dapat mengatasi masalah pada batu saluran kemih yang sangat keras sekalipun. Demikian pula perkembangan alat batu dan laser untuk pemecah batu semakin meningkatkan keberhasilan penanganan batu pada ginjal dan menurunkan risiko komplikasi.”
Perkiraan waktu yang diperlukan untuk tindakan RIRS maksimal 2 jam guna menghindari gejala komplikasi seperti sepsis atau pengaruh panas dari laser yang berlebihan. Apabila diperlukan tindakan ulang atau lanjutan dapat dilakukan 1 minggu kemudian tetapi dapat ditunda paling lama 2 bulan setelah prosedur.
“Tindakan RIRS menggunakan flexible URS selain dapat memecahkan batu menjadi ukuran yang halus seperti pasir, pada kasus batu yang sangat keras maksimal ukuran pecahan kurang dari 1mm, sehingga dapat dievakuasi pada saat tindakan. Selain itu dengan alat ini dapat pula diperoleh contoh batu untuk pemeriksaan analisa batu, agar dapat mengetahui jenis batu dan menentukan pengobatan untuk pencegahan kekambuhan batu saluran kemih,” paparnya.
Sementara, dr. Grace Frelita Indradjaja, M.M., Medical Managing Director Siloam Hospitals Group mengungkapkan, tindakan RIRS sendiri sudah banyak dilakukan di Siloam Hospitals ASRI.
“Dengan didukung oleh tim multidisiplin yang terdiri dari berbagai spesialisyang berpengalaman dan andal di bidangnya, inovasi teknologi, dan sistem pengelolaan klinis dan operasional dari jaringan Siloam Hospitals ASRI, masyarakat Indonesia diharapkan tidak perlu lagi ke luar negeri untuk mendapatkan layanan seputar urologi dan nefrologi yang optimal dan berkualitas,” ungkapnya.
Saat ini, Siloam memiliki pusat keunggulan di bidang prosedur transplantasi ginjal di Siloam Hospitals ASRI dan menjadi Rumah Sakit Swasta pertama yang mendapatkan lisensi dari Kementerian Kesehatan sebagai salah satu pusat transplantasi ginjal di Indonesia. Dengan keunggulan layanan transplantasi ginjal, Siloam Hospitals ASRI memiliki sistem Hub & Spoke, dimana Siloam Hospitals ASRI menjadi pusat rujukan (Hub) bagi unit rumah sakit lainnya (Spoke).
Dalam penanganan pasien tranplantasi ginjal, Siloam ASRI berpegang teguh pada kerjasama tim multidisiplin, berkerjasama dengan spesialis di bidang lain dalam proses advokasi, persiapan operasi hingga pasca operasi. Hingga saat ini, Siloam Hospitals ASRI telah melakukan lebih dari 360 transplantasi ginjal dengan tingkat kelangsungan hidup 1 tahun (one year survival rate) sebesar 97.4% dan tingkat keberhasilan graft 1 tahun (one year graft survival rate) sebesar 99.1% (Data per akhir Mei 2024) dan hasil ini sudah mencapai benchmark dari ERA (European Renal Association) 2020. Kualitas hidup pasien pasca tindakan juga dijaga dengan baik, dengan adanya layanan rehabilitasi medik yang komprehensif di unit pelayanan ginjal, serta layanan homecare.