Jakarta, Portonews.com – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Ina Agustina Isturini, mengungkapkan bahwa pengetahuan mengenai HIV di Indonesia telah mengalami peningkatan antara 2007 hingga 2017. Namun, peningkatan tersebut lebih signifikan di kalangan kelompok usia 20-24 tahun dan pada perempuan. Meskipun demikian, proyeksi dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2024 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang HIV masih jauh dari target, dengan angka yang tetap rendah pada kedua kelompok usia tersebut.
Ina juga menambahkan bahwa diperkirakan pada tahun 2024, Indonesia akan memiliki 40 juta orang berusia 15-24 tahun. Data SDKI 2017 menunjukkan bahwa persentase hubungan seks di kalangan penduduk berusia 15-20 tahun, selain kelompok populasi kunci seperti lelaki seks dengan lelaki (LSL), transpuan, pekerja seksual, pelanggan seks, dan pengguna narkoba suntik, cenderung berada di bawah lima persen. Meskipun persentasenya rendah, jumlah individu yang terlibat dalam hubungan seks tetap besar, mengingat total populasi 40 juta orang. “Jika 5 persen saja, itu sudah mencapai angka yang besar, misalnya 20 juta orang, dan jika dihitung lebih lanjut, sekitar 100 ribu anak usia 15 hingga 19 tahun berisiko pernah melakukan hubungan seks,” ujar Ina.
Data lain dari SDKI 2017 juga menunjukkan bahwa hanya 0,1-0,3 persen laki-laki dari kelompok usia 15-24 tahun yang menggunakan narkoba jenis suntik. Meskipun angka ini kecil, Ina menekankan bahwa dengan populasi sebanyak 40 juta orang, jumlahnya tetap signifikan.
Menurut data terbaru dari Sistem Informasi HIV dan AIDS (SIHA) per September 2024, sekitar 71 persen orang dengan HIV (ODHIV) mengetahui status HIV mereka. Namun, hanya 64 persen yang menjalani terapi antiretroviral (ARV), dan 48 persen di antaranya mengalami viral load yang tersupresi setelah menjalani terapi. Ina menyampaikan bahwa untuk mencapai target “Three Zero” pada tahun 2030—yaitu meniadakan infeksi baru, diskriminasi, dan kematian akibat AIDS, serta meminimalkan penularan HIV dari ibu ke anak—perlu ada upaya lebih besar dalam meningkatkan pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan remaja dan pemuda.
“Untuk mencapai ketiga zero tersebut, telah ditetapkan target 95 persen ODHIV terdiagnosis, 95 persen ODHIV mengonsumsi obat ARV seumur hidup, dan 95 persen mengalami supresi virus HIV sebagai bukti keberhasilan pengobatan ARV pada tahun 2030,” jelas Ina.
Sementara itu, Aang Sutrisna, HIV Senior Advisor dari Monitoring dan Evaluation USAID Bantu II, mengungkapkan bahwa meskipun Survei SDKI 2024 masih dalam proses pengumpulan data, tren yang terlihat sejauh ini tidak menunjukkan perubahan signifikan dibandingkan dengan hasil survei pada tahun 2017. SDKI 2017 memaparkan pengetahuan publik mengenai HIV/AIDS serta dua perilaku utama yang menjadi faktor risiko, yakni hubungan seks dan penggunaan narkoba, psikotropika, serta zat adiktif.
Kementerian Kesehatan juga menekankan pentingnya edukasi kesehatan reproduksi untuk anak muda dalam upaya mencapai target “Three Zero” dalam penanggulangan HIV/AIDS. Ina Agustina menambahkan bahwa prevalensi HIV pada remaja dan dewasa muda, khususnya yang berusia 15-24 tahun, meningkat di beberapa negara, termasuk Indonesia. Peningkatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata global, terutama di kalangan lelaki seks dengan lelaki (LSL) di Asia.