Dalam sambutannya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya, menegaskan pentingnya kerja sama erat antara Indonesia dan Jepang dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
“Secara prinsip, kedua negara memiliki komitmen untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, pengelolaan limbah, dan upaya konservasi untuk mendukung kelestarian lingkungan. Isu-isu kritis tersebut telah dibahas dalam dialog kedua negara pada April 2024 lalu di Jepang, yang menyoroti dedikasi kita bersama,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (Menteri LHK), Siti Nurbaya, saat menyambut kunjungan Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Yagi Tetsuta, dan delegasi Jepang di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, yang dilansir Jumat (23/8/2024).
Beliau menekankan bahwa upaya Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target Kontribusi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 98/2021 harus didukung dengan kolaborasi internasional. Salah satu fokus utama adalah percepatan implementasi mekanisme kredit karbon melalui Joint Crediting Mechanism (JCM) dan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK Indonesia (SPEI).
Untuk mempercepat langkah-langkah ini, Siti Nurbaya mengungkapkan bahwa sebuah tim kerja di KLHK telah dibentuk, dengan tugas khusus untuk memfasilitasi kerja sama terkait iklim dan karbon antara Indonesia dan Jepang. Tim ini akan bertanggung jawab dalam pengembangan Sistem Registri Nasional (SRN), sistem Monitoring, Reporting, and Verification (MRV), serta pengembangan proyek percontohan di sektor kehutanan dan persampahan.
Dalam bidang pengelolaan limbah, Menteri Siti menyoroti kolaborasi dengan JICA yang telah memberikan kontribusi signifikan dalam pengelolaan merkuri dan perkembangan pengelolaan sampah di Legok Nangka, Jawa Barat. Selain itu, kerja sama dalam pengelolaan limbah elektronik juga menjadi salah satu prioritas, mengingat urgensi yang semakin meningkat di bidang ini. Menteri Siti berharap kolaborasi ini dapat mempromosikan kota-kota ramah lingkungan dan pengelolaan limbah berbahaya.
Di sisi lain, dalam upaya konservasi, kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam menggelar berbagai agenda konservasi, termasuk pengembangan model ekowisata di Jawa Barat. Siti Nurbaya juga mengungkapkan rencana kerja sama dalam pengelolaan lahan gambut, yang akan diawali dengan studi kelayakan restorasi di Kalimantan Tengah. Mengenai mangrove, kerjasama ini sudah berlangsung sejak 1990-an, dimulai dengan proyek percontohan di Bali dan kini berkembang di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali sebagai pusat pengembangan mangrove.
Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Yagi Tetsuta, dalam kunjungannya, mengungkapkan antusiasmenya untuk terus memperkuat kerja sama dengan Indonesia.
“Baik Indonesia maupun Jepang, sama-sama menghadapi banyak tantangan lingkungan, dan memiliki pengalaman berbeda dalam penanganannya. Oleh karena itu, sangat bermanfaat untuk bertukar pengalaman, dan melakukan kegiatan bersama di lapangan,” ujar Yagi Tetsuta.
Pertemuan ini juga dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi dari kedua negara, termasuk Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Alue Dohong, serta beberapa direktur jenderal terkait. Kerja sama ini menandai langkah maju dalam upaya kedua negara untuk bersama-sama mengatasi tantangan lingkungan global dan memajukan pembangunan berkelanjutan.