Jakarta, Portonews.com – Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, memberikan tanggapan atas pernyataan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang menyebut aktivitas penambangan sebagai penyebab utama bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di Kabupaten Sukabumi pada awal Desember 2024. Menurut Bey, dugaan bahwa penambangan adalah pemicu bencana tersebut membutuhkan kajian dan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan kementerian terkait.
“Mengenai dugaan tambang yang menjadi penyebab utama terjadinya bencana perlu dilakukan pengkajian dan penelitian yang mendalam dengan melibatkan kementerian terkait,” ujar Bey Machmudin pada Minggu, 15 Desember 2024.
Lebih lanjut, Bey menambahkan bahwa penambangan bukan hanya terjadi di Sukabumi, melainkan di berbagai daerah lain di Jawa Barat, seperti dikutip dari suara.com. Oleh karena itu, kajian mengenai perizinan tambang harus dilakukan secara menyeluruh. Jika ditemukan adanya pelanggaran yang merusak lingkungan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan bertindak tegas, bahkan mencabut izin perusahaan yang terlibat.
“Sebelum melakukan kajian, kami akan mempelajari dokumen perizinan dan alasan pemberian izin. Jika ditemukan aktivitas penambangan yang tidak ramah lingkungan, izinnya akan dicabut,” jelasnya, seraya menegaskan pentingnya penegakan aturan dan hukum.
Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, juga menambahkan bahwa banyak faktor yang terkait dengan penyebab bencana di wilayahnya, bukan hanya masalah lingkungan. “Semua itu akan dicermati dan dikaji untuk selanjutnya dievaluasi,” ujar Marwan. Ia juga mengingatkan bahwa penataan ruang dan perubahan ekosistem akibat pertambangan akan menjadi bagian dari evaluasi lebih lanjut untuk memberikan rekomendasi izin tambang kepada pemerintah provinsi dan kementerian terkait.
WALHI Temukan Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan
Hasil investigasi yang dilakukan oleh WALHI menunjukkan bahwa bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Sukabumi pada 3 dan 4 Desember 2024 memiliki hubungan erat dengan kerusakan lingkungan, khususnya di kawasan Gunung Guha di Desa Tanjungsari, Kecamatan Jampangtengah. Kawasan hutan di daerah tersebut dilaporkan telah mengalami degradasi yang signifikan akibat aktivitas penambangan, termasuk tambang emas dan galian kuarsa untuk bahan baku semen.
Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Wahyudin, menyatakan bahwa tim investigasi yang diturunkan sejak 3 Desember 2024 menemukan bahwa selain Gunung Guha, kawasan lain juga mengalami kerusakan alam yang parah akibat kegiatan penambangan. “Bencana ekologis yang terjadi di Sukabumi jelas berkontribusi dari aktivitas perusahaan-perusahaan tambang,” ujar Wahyudin.
Selain itu, WALHI juga mengungkapkan bahwa fenomena pembukaan lahan untuk proyek Hutan Tanaman Energi (HTE) di Sukabumi turut menyumbang kerusakan hutan, terutama di Desa Waluran. Wahyudin menambahkan bahwa di kawasan perhutanan sosial, seperti di Ciemas dan Simpenan, juga ditemukan aktivitas tambang emas yang seharusnya tidak diperbolehkan.
Polisi Langsung Terjun untuk Selidiki Peran Perusahaan Tambang
Terkait dengan temuan tersebut, tiga perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi akan dipanggil oleh pihak kepolisian untuk memberikan klarifikasi mengenai aktivitas mereka. Kapolres Sukabumi, AKBP Samian, menyatakan bahwa langkah ini diambil sebagai tindak lanjut dari informasi yang diterima dari berbagai pihak, termasuk WALHI, yang mencurigai bahwa aktivitas penambangan berperan dalam memicu bencana yang menelan korban jiwa tersebut.
“Kami berterima kasih atas informasi yang diberikan oleh lembaga swadaya masyarakat terkait dugaan dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan. Ini akan menjadi dasar awal untuk penyelidikan lebih lanjut,” ujar Samian pada Senin (16/12/2024). Ia menambahkan, pihaknya akan segera mengundang tiga perusahaan tambang untuk melakukan klarifikasi terkait perizinan dan dampak lingkungan dari kegiatan mereka.
Samian juga menegaskan bahwa penyelidikan lapangan akan dilakukan untuk menilai apakah perusahaan-perusahaan tersebut memiliki izin yang sah dan sejauh mana mereka memperhatikan dampak lingkungan dalam operasi tambangnya.
Bencana yang terjadi di Sukabumi memang memunculkan banyak pertanyaan dan perdebatan mengenai peran aktivitas penambangan dalam merusak ekosistem di daerah tersebut. Dalam waktu dekat, hasil investigasi dan klarifikasi yang dilakukan oleh pihak berwenang akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai penyebab dan dampak dari bencana ini.
Sumber : Suara.com, sukabumiupdate.com