Jakarta, Portonews.com – Di tengah perubahan dinamis status Jakarta sebagai ibukota, calon pemimpin daerah khusus ibu kota diharapkan mengembangkan strategi komprehensif untuk menghadapi dampak krisis iklim. Tahun pertama masa jabatan mereka menjadi momen krusial, mengingat perhatian publik akan tertuju pada pengelolaan sebuah kota global yang menghadapi tantangan serius di bidang lingkungan.
Jeanny Sirait, Juru Kampanye Keadilan Perkotaan, menekankan pentingnya isu ini dalam konteks pemilihan. “Maka menjadi penting, isu ini dibawa menjadi salah satu topik debat di debat kandidat yang akan diselenggarakan oleh KPUD Jakarta,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa melalui debat ini, masyarakat dapat menilai komitmen para calon gubernur dan wakil gubernur terhadap ketahanan iklim.
Komisi Pemilihan Umum Daerah Jakarta, melalui Astri Megatari, mengungkapkan rencana penyelenggaraan tiga debat resmi yang akan mendiskusikan berbagai tema penting. Debat pertama akan membahas penguatan sumber daya manusia dan transformasi Jakarta menjadi kota global. Debat kedua akan fokus pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, mencakup penyediaan lapangan kerja, pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta tantangan yang dihadapi kelas menengah. Tema debat ketiga, yang menjadi sorotan, adalah lingkungan dan tata kota, yang akan mencakup isu ketersediaan air bersih, kualitas udara, kemacetan, dan dampak kenaikan muka air laut.
KPUD Jakarta mengapresiasi masukan dari Greenpeace Indonesia yang menyoroti pentingnya isu ketahanan iklim dalam konteks pemilihan. “Kunjungan kami kali ini untuk mendiskusikan bagaimana Jakarta akan dibangun di masa mendatang, khususnya bagaimana membangun ketahanan iklim dan pemulihan lingkungan,” kata Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia. Ia mengingatkan bahwa cuaca ekstrem akan semakin sering terjadi dan akan membawa dampak yang merugikan bagi warga Jakarta. Menurut data dari BAPPENAS, kerugian akibat krisis iklim diperkirakan mencapai Rp 544 triliun sepanjang tahun 2020-2024.
“Cagub dan cawagub yang nantinya akan memimpin DKJ perlu memperhatikan persoalan ini. Greenpeace Indonesia menilai bahwa isu krisis iklim perlu menjadi topik debat yang secara resmi akan diselenggarakan oleh KPUD Jakarta,” tambahnya.
Krisis iklim telah mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga Jakarta. Polusi udara dan penurunan muka air tanah menjadi masalah nyata yang dirasakan. Kualitas udara di Jakarta seringkali masuk dalam kategori buruk berdasarkan Air Quality Index. Penurunan muka air tanah rata-rata mencapai 5 cm per tahun, sementara kenaikan muka air laut berkisar antara 0,8 cm hingga 1,2 cm per tahun, yang mengancam keberadaan pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu. Menurut riset Greenpeace, kelompok masyarakat miskin menjadi yang paling rentan terhadap dampak krisis iklim di Jakarta.
Krisis iklim bukan hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga berpengaruh terhadap sektor ekonomi dan kesehatan. Nelayan di Jakarta, misalnya, mengalami penurunan pendapatan akibat berkurangnya hasil tangkapan, sementara pemukiman di wilayah utara semakin tergerus akibat banjir rob. Buruknya kualitas udara juga menyebabkan gangguan kesehatan yang signifikan.
Meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan beberapa regulasi untuk menangani krisis iklim, seperti Jakarta Resilience Strategy pada tahun 2019 dan Peraturan Gubernur No. 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah, implementasi dari kebijakan ini masih jauh dari harapan. Dengan pemilihan yang semakin dekat, masyarakat Jakarta berharap para calon pemimpin mereka akan serius dalam mengatasi isu ini, mengingat dampaknya yang semakin nyata dan mendesak.
Sumber : Greenpeace