Jakarta, Portonews.com – Ketua Dewan Pembina Indonesia Digital Carbon Association (IDCTA), Bambang Soesatyo, menyatakan bahwa Indonesia memiliki kapasitas dan kemampuan besar dalam mengelola emisi karbon. Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi salah satu pemain kunci di pasar karbon internasional.
“Pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi terkait perdagangan karbon, antara lain Peraturan Presiden Nomor 08/2021 dan Peraturan OJK Nomor 14/2023 yang mengatur perdagangan karbon melalui pasar karbon,” ujar Bambang dalam keterangan tertulis, Kamis (12/12) mengenai penyelenggaraan “Carbon Digital Conference 2024.”
Ia menjelaskan, potensi pasar karbon Indonesia sangat besar. Indonesia berkontribusi sebesar 15 persen dari Pasar Karbon Sukarela (Voluntary Carbon Market/VCM) di Asia, setara dengan 31,7 metrik ton CO2e, dengan nilai transaksi offset karbon mencapai 163 juta dolar AS.
Ketua IDCTA, Riza Suarga, mengungkapkan bahwa “Carbon Digital Conference (CDC) 2024″ diharapkan dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menerapkan perdagangan karbon di Indonesia.
“Pada CDC 2023, tercatat 248 peserta dari sekitar 50 negara. Tahun ini, kami berharap konferensi ini dapat memberikan solusi lebih konkret terkait perdagangan karbon dan digitalisasi,” ujar Riza.
Riza menambahkan bahwa CDC 2024 akan menggali lebih dalam integrasi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), Internet of Things (IoT), dan pasar karbon. Konferensi ini juga akan menyoroti pentingnya menjaga integritas proyek-proyek karbon dan membuka jalan bagi pertumbuhan berkelanjutan.
Berdasarkan data pemerintah, Indonesia berpotensi menjadi penyedia kredit karbon berbasis alam dengan mekanisme offset mencapai 1,3 gigaton CO2e, setara dengan nilai sekitar 190 miliar dolar AS.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menegaskan pentingnya memanfaatkan pasar karbon secara optimal oleh Indonesia. Jika tidak, pihak lain dapat mengambil keuntungan dari potensi tersebut.
Mengacu data Bursa Karbon atau IDX Carbon awal Desember 2024, nilai perdagangan karbon sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 22 November 2024 telah mencapai Rp50,4 miliar, dengan volume perdagangan 906.440 ton CO2e dan harga Rp58.800 per ton. Jumlah peserta juga meningkat dari 16 pada awal perdagangan menjadi 94 peserta pada 22 November 2024.
Beberapa proyek yang terdaftar dalam upaya pengurangan emisi karbon antara lain Lahendong Unit 5 dan 6 yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, serta dua proyek PLN, yaitu PLTGU Blok 3 berbasis gas bumi dan Pembangkit Listrik Tenaga Air Mikrohidro Gunung Wugul di Banjarnegara, Jawa Tengah.
Tiap tahun, capaian pengurangan emisi dari proyek-proyek energi pemerintah tersebut dievaluasi oleh lembaga validasi dan verifikasi untuk memastikan keandalan dan kredibilitasnya dalam menurunkan emisi karbon.