Bali, Portonews.com : Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono menyampaikan hal tersebut pada Rapat Kerja Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara yang diadakan di Badung, Bali, pada hari Selasa (25/06).
“Kita harus melakukan terobosan-terobosan dan inovasi dalam proses pembangunan yang kita lakukan saat ini. Jika tidak, tiga krisis global yang terjadi di planet kita, yaitu perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan beserta limbah akan semakin meningkat. Oleh karena itu, kita harus mendayagunakan energi dan komitmen kita semua untuk lingkungan hidup yang lebih baik dan sehat melalui proses transformasi lingkungan dan ekonomi,” tegas Bambang.
Sebagaimana arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, dalam upaya aksi lingkungan, yaitu tindakan nyata dan implementasi adalah kunci, peran pemuda sebagai kolaborator utama Indonesia, serta pemulihan berkelanjutan dan inklusif harus menjadi fokus bersama.
Bambang menekankan agar proses pemulihan ekosistem akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup harus diubah dari cost center menjadi profit/prosperity center. Baik itu restorasi (mengembalikan suatu ekosistem sedekat mungkin ke kondisi dan fungsi sebelum terjadinya gangguan), rehabilitasi (menjadikan ekosistem dapat digunakan kembali setelah terjadi gangguan), maupun reklamasi (ekosistem yang dihasilkan berbeda dengan ekosistem yang sudah ada sebelum pemulihan).
Bambang juga menekankan bahwa pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui penerapan kepemimpinan transglobal harus dapat mendayagunakan berbagai instrumen lingkungan hidup dalam mengendalikan berbagai kebijakan, rencana, program, dan aktivitas pembangunan di wilayah ekoregion terestrial (landscape) dan wilayah ekoregion laut (seascape) secara terintegrasi untuk mewujudkan keberlanjutan landscape dan seascape.
“Kuncinya adalah agar kita dapat menjamin keberlanjutan proses, fungsi, dan produktivitas lingkungan, mulai dari terjaminnya kualitas udara, air, dan laut yang baik dan sehat, lahan yang produktif, hingga terjaganya keanekaragaman hayati, sekaligus juga menjamin keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat,” ungkap Bambang.
Menurut Bambang, kepemimpinan transglobal yang berlandaskan kecerdasan kognitif, kecerdasan moral, kecerdasan emosional, ditambah kecerdasan bisnis, kecerdasan sosial budaya, dan kecerdasan global merupakan dasar untuk membentuk seseorang menjadi pemimpin yang berkarakter dan produktif.
Jika seorang pemimpin memiliki enam kecerdasan tersebut, maka akan tercipta lima perilaku. Pertama, pemimpin itu akan mampu bertahan dalam ketidakpastian. Kedua, pemimpin tersebut akan membangun konektivitas tim (kolaboratif) untuk menyelesaikan tantangan pekerjaan. Ketiga, dia akan bersifat fleksibel dan pragmatis, serta memiliki empati yang luar biasa terhadap sesama. Keempat, dia akan menjadi seorang visioner dengan pandangan ke masa depan. Dan kelima, dia akan mempersiapkan pemimpin berikutnya yang berorientasi pada talenta.
“Pemimpin transglobal yang sukses akan menunjukkan efektivitas dan kesuksesan dalam kepemimpinannya, dengan kinerja organisasi yang dipimpinnya juga akan baik. Selain itu, pengelolaan landscape-seascape akan dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan,” jelas Bambang.
Bambang menambahkan, pemimpin transglobal harus mampu mendorong proses pemulihan ekosistem menjadi tindakan bersama serta mendorong perubahan signifikan dalam sikap dan perilaku manusia. Kepemimpinan transglobal menciptakan sinergi dan kolaborasi, serta mengembangkan dan menerapkan konsep SHARE (Story, Hype, Actionable, Relevant, and Emotional).
Di era hyperconnected, partisipasi dalam pemulihan ekosistem dapat dimulai dari berbagi informasi (sharing), membentuk (shaping), hingga ikut berkontribusi secara finansial (funding), serta menjadi bagian dari produksi dan kepemilikan. Bagaimana cara kita mengubah masyarakat menjadi partisipan aktif dalam pemulihan ekosistem? Bagaimana kita dapat mendorong tingkat partisipasi yang lebih tinggi dan menggalang komunitas, massa, bahkan kontributor keuangan?
“Pemulihan ekosistem melalui keterlibatan semua pihak telah didukung oleh landasan hukum yang kuat. Berbagai konvensi internasional yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup juga menegaskan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam pemulihan ekosistem,” pungkas Bambang.
Rapat kerja ini dihadiri oleh lebih dari 300 peserta dari berbagai Satuan Kerja Pusat dan Unit Pelaksana Teknis di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Organisasi Perangkat Daerah yang terlibat dalam perencanaan pembangunan, lingkungan hidup, dan kehutanan, serta perguruan tinggi di Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara.