Krasnodar, Rusia, Portonews.com – Tumpahan minyak besar mencemari pantai Laut Hitam di wilayah Krasnodar, Rusia, setelah badai hebat pada 15 Desember 2024 merusak dua kapal tanker, Volgoneft 212 dan Volgoneft 239. Satu kapal terbelah menjadi dua dan yang lainnya terdampar, mengakibatkan sekitar 40% dari 9.200 ton bahan bakar mazut yang diangkut keduanya tumpah ke laut.
Pemerintah darurat setempat melaporkan bahwa hingga Senin, 55 kilometer garis pantai di wilayah Krasnodar terdampak bencana ini. Dalam upaya pembersihan, sekitar 8.500 orang, termasuk staf Kementerian Situasi Darurat Rusia dan relawan, telah dikerahkan bersama hampir 400 alat berat. Meski begitu, para relawan menyampaikan kritik terhadap pemerintah yang dianggap tidak cukup sigap.
“Kami memohon bantuan Anda dari lubuk hati terdalam,” kata seorang warga Anapa dalam pesan video yang ditujukan kepada Presiden Vladimir Putin. “Otoritas lokal kewalahan dan kekurangan sumber daya. Yang mereka miliki hanyalah masyarakat biasa dengan sekop, tapi bencana sebesar ini tidak bisa diatasi hanya dengan sekop,” tambahnya, seperti yang dilansir dari themoscowtimes.com.
Gubernur Krasnodar, Veniamin Kondratyev, dalam beberapa unggahannya di media sosial, menunjukkan berbagai upaya pembersihan yang melibatkan traktor, truk, dan relawan. Namun, para aktivis lingkungan menilai bahwa deklarasi keadaan darurat di tingkat lokal saja tidak cukup untuk menangani bencana ini.
“Keputusan untuk menetapkan bencana ini sebagai darurat lokal membatasi respons pemerintah,” ujar Eugene Simonov, seorang peneliti dan aktivis lingkungan. “Otoritas setempat kekurangan sumber daya, peralatan khusus, dan tenaga ahli untuk menangani situasi ini.”
Sementara itu, kelompok relawan terus melakukan upaya mandiri. Di grup Telegram dengan lebih dari 70.000 anggota, koordinasi dilakukan untuk membersihkan pantai, menyelamatkan hewan, dan menggalang dana pembelian peralatan pelindung. Salah satu relawan yang bekerja di dekat Desa Veselovka dan Blagoveshchenskaya mengatakan, “Segala sesuatu dilakukan secara individu oleh relawan. Tidak ada bantuan dari pemerintah. Orang-orang benar-benar berjuang sendiri.”
Bencana ini juga menyebabkan kematian massal satwa laut, termasuk hingga 30.000 burung air. “Mazut adalah racun,” kata Simonov. “Burung yang terkena mazut mulai membeku dan tidak dapat terbang. Kehidupan laut menderita serupa karena mazut merusak kulit mereka dan mengganggu pernapasan.”
Hingga saat ini, tim penyelam masih belum memompa sisa minyak dari kedua kapal yang karam. “Volgoneft 212 masih menahan setengah muatan minyaknya di bawah air, dan Volgoneft 239 yang hanya 80 meter dari pantai juga belum diambil minyaknya,” jelas Simonov.
Pada 15 Desember 2024, badai besar melanda Laut Hitam dan menyebabkan dua kapal tanker Rusia, Volgoneft 212 dan Volgoneft 239, mengalami kerusakan parah. Kapal Volgoneft 212 terbelah menjadi dua, sementara Volgoneft 239 kandas di dekat pantai. Kedua kapal tersebut membawa total 9.200 ton mazut, bahan bakar minyak kelas rendah, yang diperkirakan sekitar 40% di antaranya tumpah ke laut.
Insiden ini menewaskan satu awak kapal akibat hipotermia, sementara 26 awak lainnya berhasil diselamatkan. Tumpahan mazut yang sangat besar mencemari 55 kilometer garis pantai di wilayah Krasnodar dan mengakibatkan dampak serius terhadap lingkungan, termasuk kematian massal burung air dan satwa laut lainnya.
Presiden Vladimir Putin dalam konferensi pers tahunan menyalahkan kapten kapal atas kejadian ini. Menurutnya, pihak berwenang menduga kapal-kapal tersebut berlayar tanpa izin di tengah cuaca buruk. Hingga saat ini, otoritas darurat masih berupaya mengendalikan dampak dari bencana ini dengan berbagai langkah pembersihan.
Namun, para aktivis lingkungan mengingatkan bahwa minyak yang masih berada di dalam bangkai kapal perlu segera dipompa keluar untuk mencegah pencemaran lebih lanjut, terutama jika badai baru terjadi di kawasan tersebut.
Penanganan Tumpahan Minyak Berdasarkan PM 58 Tahun 2013
Dalam konteks tumpahan minyak di Laut Hitam yang dilaporkan, Indonesia juga memiliki regulasi yang mengatur penanganan tumpahan minyak dan pencemaran perairan melalui Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 58 Tahun 2013. Regulasi ini bertujuan melindungi kelestarian lingkungan perairan dan pelabuhan serta mengurangi dampak ekonomi bagi masyarakat di wilayah terdampak.
Tata Cara Penanganan dan Penyelesaian
PM 58 Tahun 2013 mengatur tata cara penanganan tumpahan minyak yang menjadi tanggung jawab perusahaan terkait. Penanganan ini meliputi:
- Pencegahan pencemaran melalui standar keamanan yang harus diterapkan oleh perusahaan pengangkut bahan kimia atau minyak.
- Rencana penanganan darurat, termasuk langkah pengendalian dan pemulihan lingkungan, yang wajib disusun dan disetujui oleh pemerintah.
- Pelaporan dan pengawasan secara berkala terhadap kegiatan operasional perusahaan.
Sanksi bagi Pelanggaran
Regulasi ini menetapkan sanksi tegas untuk perusahaan yang tidak patuh terhadap tata cara penanganan pencemaran, antara lain:
- Denda administratif,
- Pembekuan atau pencabutan izin usaha,
- Pembatasan atau penghentian kegiatan operasional,
- Pencabutan izin operasi kapal.
Semakin besar dampak lingkungan yang ditimbulkan, semakin berat sanksi yang dijatuhkan. Hal ini sejalan dengan perlindungan masyarakat dari kerugian ekonomi yang disebabkan oleh pencemaran perairan.
Kesamaan dengan Peristiwa di Laut Hitam
Dalam berita mengenai tumpahan minyak di Laut Hitam, terlihat bahwa ketidakmampuan pemerintah setempat untuk segera menangani pencemaran membuat para relawan berinisiatif melakukan aksi sendiri. Situasi ini menggarisbawahi pentingnya perencanaan matang dan sumber daya yang mencukupi, sebagaimana diatur dalam PM 58 Tahun 2013 di Indonesia.
Jika peristiwa serupa terjadi di Indonesia, perusahaan pengangkut minyak yang menyebabkan tumpahan wajib segera melakukan upaya mitigasi sesuai standar yang ditetapkan, atau menghadapi sanksi administratif dan hukum. Keberadaan perusahaan swasta seperti OSCT Indonesia, yang telah dikenal dalam penanganan tumpahan minyak, juga menjadi bagian penting dari respons cepat terhadap insiden semacam itu.
Peran Perusahaan Swasta dalam Penanggulangan
OSCT Indonesia, salah satu perusahaan swasta yang memiliki kompetensi tinggi dalam penanggulangan tumpahan minyak, dapat menjadi mitra strategis pemerintah untuk mengatasi permasalahan serupa. Dengan peralatan canggih dan keahlian teknis, OSCT mampu membantu dalam:
- Pengerahan alat berat untuk mengangkat minyak tumpah,
- Pemulihan ekosistem terdampak,
- Pelatihan tenaga lokal dalam penanganan darurat.
Dalam konteks PM 58, keterlibatan perusahaan swasta seperti OSCT Indonesia bisa menjadi bagian dari rencana penanganan yang disusun oleh perusahaan pelaku atau pihak regulator. Dengan kerja sama yang solid, upaya penanggulangan dapat dilakukan secara efektif tanpa membebani masyarakat sekitar.
Catatan
PM 58 Tahun 2013 merupakan regulasi penting di Indonesia untuk menangani insiden tumpahan minyak dan pencemaran perairan. Peraturan ini memberikan landasan hukum yang jelas mengenai tanggung jawab perusahaan, tata cara penanganan, dan sanksi bagi pelanggaran. Pengalaman dari peristiwa di Laut Hitam menjadi pengingat akan pentingnya implementasi regulasi seperti PM 58 untuk melindungi ekosistem laut dan kesejahteraan masyarakat.
Peristiwa tumpahan minyak di Laut Hitam menjadi pengingat penting akan perlunya kolaborasi berbagai pihak dalam menangani pencemaran lingkungan, termasuk pemerintah, masyarakat, dan perusahaan swasta seperti Oil Spill Combat Team (OSCT) Indonesia. Dengan keahlian dan teknologi yang dimiliki, OSCT Indonesia menunjukkan kapasitas profesional dalam penanggulangan tumpahan minyak, baik di perairan nasional maupun internasional.
Sebagai salah satu perusahaan terdepan di bidang ini, OSCT Indonesia memberikan pelatihan bersertifikasi internasional (IMO Level 1, 2, dan 3) yang memastikan kesiapan sumber daya manusia dalam menangani pencemaran minyak. Mereka juga memiliki pengalaman signifikan, seperti pada kasus tumpahan minyak di Balikpapan tahun 2018, yang berhasil ditangani dalam waktu singkat dengan melibatkan tim profesional dan peralatan canggih.
Saran
- Peningkatan Kerja Sama Pemerintah dan Swasta
Pemerintah harus lebih intensif bekerja sama dengan perusahaan seperti OSCT Indonesia untuk meningkatkan efektivitas penanganan tumpahan minyak. Ini meliputi dukungan regulasi, penyediaan anggaran, dan pengintegrasian perusahaan swasta dalam rencana penanggulangan nasional. - Peningkatan Pelatihan dan Kesiapan Respon Darurat
Pelatihan bersertifikasi seperti yang diselenggarakan oleh OSCT Indonesia harus lebih diakses oleh perusahaan-perusahaan terkait. Langkah ini penting untuk memastikan kesiapan sumber daya manusia dalam merespons insiden tumpahan minyak. - Perluasan Infrastruktur Penanggulangan
OSCT Indonesia telah memiliki enam pangkalan di Indonesia serta basis di negara lain. Namun, dengan meningkatnya risiko tumpahan minyak, disarankan untuk memperluas cakupan infrastruktur, termasuk peralatan dan pangkalan tambahan di area strategis lain di Indonesia. - Peningkatan Kesadaran Masyarakat
Selain pelatihan teknis, edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya tumpahan minyak dan cara mendukung mitigasi harus ditingkatkan. Ini bisa dilakukan melalui kampanye lingkungan atau program sosial di daerah rawan. - Peningkatan Monitoring dan Evaluasi Regulasi
Regulasi seperti PM 58 Tahun 2013 harus terus dievaluasi dan diperbarui untuk mengatasi tantangan baru, serta memastikan sanksi yang tegas diterapkan pada pelanggar. Pemerintah dapat memanfaatkan teknologi dari mitra seperti OSCT untuk melakukan pemantauan pencemaran lebih efektif.
Dengan sinergi antara semua pihak, risiko pencemaran minyak dapat diminimalkan, dampak lingkungan dapat dikurangi, dan keberlanjutan ekosistem laut tetap terjaga. (*)