Dalam pertemuan dengan Komisi XII DPR RI yang diadakan di Gedung Parlemen, Jakarta, pada hari Selasa, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara dari Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan bahwa jumlah 128 aduan ini berasal dari laporan polisi serta keterangan dari para ahli di kasus PETI.
Aduan tersebut tersebar di beberapa daerah, mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi. Provinsi dengan laporan terbanyak adalah Sumatera Selatan dengan 25 laporan, diikuti oleh Provinsi Riau yang melaporkan 24 aduan.
Tri menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, orang atau perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin resmi, ataupun mereka yang telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk tahap eksplorasi namun beralih ke kegiatan produksi, akan dikenakan sanksi serupa.
Sanksi tersebut mencakup hukuman penjara maksimal lima tahun serta denda hingga Rp100 miliar.
Untuk menangani tambang ilegal, Tri menyebutkan bahwa Kementerian ESDM telah menerapkan tiga langkah utama. Langkah-langkah tersebut meliputi digitalisasi perizinan, mendorong formalitas dalam kegiatan pertambangan, serta memperkuat penegakan hukum bagi para pelanggar.
Tri menyebutkan bahwa salah satu upaya digitalisasi sektor pertambangan dilakukan melalui Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara). Pada tahap pertama, Simbara telah berhasil menghubungkan proses pemantauan serta pengawasan terhadap aktivitas jual beli batu bara, mulai dari produksi hingga distribusinya.
Upaya formalisasi dilakukan dengan memberikan izin pertambangan rakyat (IPR) atau izin usaha jasa pertambangan (IUJP) pada kawasan pertambangan ilegal yang sudah memenuhi ketentuan yang berlaku, dilansir dari laman ANTARA, Selasa (12/11/2024).
Untuk memperkuat aspek penegakan hukum, Kementerian ESDM membentuk Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum). Direktorat baru ini segera akan mulai menjalankan tugasnya.