Jakarta, Portonews.com – Ombudsman Republik Indonesia menyerukan perbaikan sarana dan prasarana dalam implementasi kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) agar sesuai dengan standar pelayanan publik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Anggota Ombudsman, Hery Susanto, menyoroti bahwa kebijakan PIT yang berbasis kuota dan zona saat ini belum memenuhi standar tersebut.
“Diperlukan pemenuhan sarana dan prasarana, serta pelaksanaan sosialisasi, diseminasi, dan bimbingan teknis secara masif. Ini harus melibatkan nelayan, pemilik kapal, pengusaha perikanan, dan pemerintah daerah terkait substansi pengaturan PIT serta kebijakan aplikasi perizinan dan operasionalnya,” ungkap Hery saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (25/10).
Sebagai bagian dari tugas pengawasan pelayanan publik dan pencegahan maladministrasi, Ombudsman tengah melakukan kajian sistemik terkait pelaksanaan dan pengawasan PIT berbasis kuota dan zona.
Hery menekankan pentingnya sosialisasi yang efektif, mengingat banyak nelayan dan pelaku usaha perikanan belum memahami kebijakan PIT secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan penolakan terhadap penerapan kebijakan tersebut.
“Sosialisasi tidak cukup hanya dengan menyediakan pedoman atau alat bantu; harus dipastikan juga bahwa nelayan dan pengusaha perikanan memahami penggunaan aplikasi terkait PIT,” tambahnya.
Selain aspek sosialisasi, Hery mendorong persiapan daya dukung pelaksanaan PIT dari sisi regulasi dan operasional. Dari segi regulasi, ia meminta pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana atau petunjuk teknis terkait Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023.
“Pelibatan pemangku kepentingan dalam proses ini sangat penting,” ujarnya.
Untuk memastikan operasional yang efektif, Hery menyarankan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai di pelabuhan perikanan.
Ini mencakup timbangan digital untuk hasil yang lebih akurat, pengerukan sungai yang mengalami sedimentasi agar kapal dapat merapat dengan mudah, pemasangan CCTV dan peralatan keamanan lainnya, jaringan internet yang andal, serta peningkatan kehandalan aplikasi e-PIT dan sistem perizinan penangkapan ikan.
Ia menjelaskan bahwa tujuan utama dari kebijakan PIT berbasis kuota dan zona adalah pelestarian sumber daya ikan, pencegahan overfishing, mendorong pembangunan daerah, meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Namun, keberhasilan kebijakan ini bergantung pada perhatian terhadap semua aspek dan aspirasi pemangku kepentingan.
“Penting bagi kita untuk mengidentifikasi semua faktor penghambat dan pendukung, agar kebijakan yang diterapkan benar-benar sesuai dengan tujuan awalnya,” tegas Hery.